Area vulva dan vagina adalah salah satu bagian tubuh wanita yang paling sensitif dan kompleks. Kelembaban, gesekan, fluktuasi hormonal, dan paparan berbagai zat kimia menjadikannya rentan terhadap berbagai penyakit kulit dan kondisi dermatologis. Kondisi-kondisi ini, yang dikenal secara kolektif sebagai dermatosis vulvovaginal, seringkali menimbulkan rasa tidak nyaman, gatal hebat, nyeri, dan bahkan dampak signifikan pada kualitas hidup dan seksual. Pemahaman yang komprehensif mengenai penyebab, gejala, dan penanganan yang tepat sangat penting untuk menjaga kesehatan dan mencegah komplikasi jangka panjang.
Untuk memahami penyakit yang terjadi di area ini, penting untuk membedakan antara vulva (bagian luar, termasuk labia mayor, labia minor, dan klitoris) dan vagina (saluran internal). Kulit di area vulva sangat berbeda dari kulit di area tubuh lainnya. Lapisan tanduknya lebih tipis, dan kelenjar apokrin serta ekrin berlimpah, yang menciptakan lingkungan hangat dan lembab—media ideal untuk pertumbuhan mikroorganisme dan perkembangan reaksi inflamasi.
*Simbol yang mewakili infeksi mikroba yang umum terjadi di area sensitif.
Infeksi adalah penyebab paling umum dari keluhan gatal, iritasi, dan keputihan abnormal di area vulvovaginal. Tiga infeksi utama seringkali salah didiagnosis sebagai satu sama lain, padahal penanganannya sangat berbeda.
Disebabkan oleh pertumbuhan berlebih jamur Candida albicans (atau spesies Candida non-albicans), kandidiasis adalah salah satu infeksi paling sering dialami wanita. Meskipun jamur ini adalah bagian dari flora normal, ketidakseimbangan dapat memicu infeksi yang meradang.
Gejala kandidiasis bersifat khas dan seringkali parah. Gatal (pruritus) adalah gejala utama, yang sering memburuk di malam hari. Selain itu, penderita akan mengalami:
Penanganan melibatkan antijamur topikal (krim atau supositoria, misalnya klotrimazol atau mikonazol) atau antijamur oral dosis tunggal (flukonazol). Penting untuk mengidentifikasi dan menghilangkan faktor pemicu (misalnya, mengontrol diabetes atau menghindari antibiotik yang tidak perlu).
BV bukanlah infeksi jamur, melainkan perubahan ekosistem vagina di mana bakteri baik (Lactobacilli) digantikan oleh bakteri anaerob dalam jumlah besar. Ini adalah penyebab paling umum dari keputihan abnormal pada wanita usia reproduktif.
Pengobatan memerlukan antibiotik, seperti metronidazol (oral atau gel) atau klindamisin (krim atau ovula). Pengobatan yang tidak tuntas seringkali menyebabkan kekambuhan, yang dapat terjadi karena ketidakmampuan flora normal untuk kembali dominan setelah pengobatan. Penggunaan probiotik spesifik yang mengandung strain Lactobacillus tertentu sering direkomendasikan sebagai terapi tambahan untuk mengembalikan keseimbangan pH.
Beberapa IMS menunjukkan manifestasi kulit yang signifikan di area vulvovaginal, membutuhkan perhatian dan pengobatan yang spesifik.
Disebabkan oleh HSV-1 atau HSV-2. Manifestasi utama adalah timbulnya vesikel (gelembung berisi cairan) yang sangat menyakitkan di vulva, perineum, atau anus. Vesikel ini kemudian pecah, meninggalkan ulkus (luka terbuka) yang menyakitkan. Serangan awal seringkali disertai gejala sistemik (demam, sakit kepala, pembengkakan kelenjar getah bening di selangkangan). Pengobatan menggunakan agen antivirus oral seperti asiklovir, valasiklovir, atau famsiklovir.
Kutil kelamin adalah pertumbuhan jaringan kecil yang disebabkan oleh jenis HPV risiko rendah. Kutil ini dapat berupa lesi tunggal atau kelompok, seringkali menyerupai kembang kol. Mereka biasanya tidak menimbulkan rasa sakit tetapi dapat menyebabkan gatal atau perdarahan ringan. Pengobatan bervariasi dari krim topikal yang diresepkan (misalnya podofiloks atau imiquimod) hingga prosedur ablasi (krioterapi, eksisi, atau laser).
Pada stadium primer, sifilis bermanifestasi sebagai chancre—ulkus tunggal, tidak sakit, dan berdasar bersih di vulva atau vagina. Karena tidak sakit, seringkali luput dari perhatian. Diagnosis dan pengobatan (biasanya penisilin) sangat krusial karena penyakit ini dapat berkembang ke stadium sekunder dan tersier yang merusak organ vital.
Dermatosis non-infeksius adalah kondisi autoimun atau inflamasi kronis yang sangat memengaruhi kulit vulva. Kondisi ini memerlukan penanganan jangka panjang dan seringkali melibatkan penggunaan steroid topikal poten.
LS adalah penyakit kulit inflamasi kronis yang tidak menular dengan etiologi autoimun. Kondisi ini menyebabkan perubahan progresif pada struktur kulit dan jaringan ikat di area genital dan perianal. LS dapat menyerang wanita di segala usia, tetapi paling sering terjadi pada anak perempuan prapubertas dan wanita pascamenopause.
Pengobatan standar emas untuk LS adalah kortikosteroid topikal yang sangat poten (misalnya klobetasol propionat). LS membutuhkan pemantauan ketat karena kondisi ini meningkatkan risiko karsinoma sel skuamosa (kanker kulit) vulva, meskipun risikonya relatif rendah. Pendidikan pasien mengenai aplikasi steroid yang benar dan perawatan pelembab sangat penting untuk pencegahan kerusakan permanen.
LP adalah kelainan inflamasi yang dapat menyerang kulit, mukosa oral, dan mukosa genital. Pada vulva, LP biasanya jauh lebih erosif dan menyakitkan dibandingkan LS.
Karena sifatnya yang merusak, pengobatan LP umumnya melibatkan steroid topikal poten atau obat penekan kekebalan lokal (seperti kalsineurin inhibitor) dan seringkali memerlukan supositoria steroid vagina untuk mengobati keterlibatan mukosa internal.
Meskipun psoriasis biasanya muncul sebagai plak bersisik tebal di tubuh, psoriasis yang menyerang vulva (disebut psoriasis inversi) terlihat berbeda karena efek maserasi dan kelembaban di lipatan kulit.
Psoriasis di area vulva muncul sebagai bercak merah yang jelas batasnya, namun hampir tidak memiliki sisik (skuama) karena kelembaban. Gejala utamanya adalah gatal dan rasa terbakar. Psoriasis seringkali simetris, muncul di kedua sisi labia. Pengobatan melibatkan steroid potensi rendah hingga sedang atau kalsineurin inhibitor topikal.
Eksim dapat menyerang vulva. Dermatitis atopik (eksim alergi) seringkali terjadi pada individu yang memiliki riwayat kondisi alergi lain. Sementara dermatitis seboroik cenderung memengaruhi area yang kaya kelenjar minyak.
Kulit menjadi kering, bersisik halus, gatal, dan mungkin mengalami likenifikasi (penebalan kulit akibat garukan kronis). Penanganan melibatkan pelembab, emolien, dan steroid topikal ringan (seringkali hidrokortison) untuk mengendalikan peradangan.
*Simbol yang menunjukkan reaksi iritasi, gatal, atau alergi kontak.
Dermatitis kontak di vulva adalah reaksi peradangan terhadap zat eksternal yang bersentuhan dengan kulit. Area ini sangat sensitif dan sering terpapar pada berbagai produk kebersihan.
DCI adalah bentuk yang paling umum. Ini terjadi ketika kulit rusak secara fisik atau kimia oleh paparan berulang terhadap zat yang bersifat iritan. Ini bukan reaksi alergi, melainkan kerusakan langsung pada sel-sel kulit.
Rasa terbakar, perih, dan kekeringan adalah keluhan utama. Kulit tampak merah dan bersisik. Penanganan utama adalah menghilangkan iritan, menggunakan pelembab emolien, dan beralih ke praktik kebersihan yang minimalis (hanya menggunakan air hangat).
DCA adalah reaksi kekebalan tubuh tertunda (tipe IV hipersensitivitas) terhadap alergen spesifik yang terpapar pada kulit. Ini memerlukan sensitisasi awal, yang berarti reaksi tidak terjadi pada paparan pertama, tetapi pada paparan berikutnya.
Mencakup bahan-bahan yang sering dianggap "bersih" atau "wangi."
DCA didiagnosis melalui riwayat paparan yang cermat dan seringkali dikonfirmasi dengan tes tempel (patch test). Penanganannya adalah menghindari alergen secara total dan mengobati peradangan dengan steroid topikal.
Dalam banyak kasus dermatosis vulvovaginal, terutama DCI dan gejala gatal kronis, kunci pengobatan adalah mengurangi intervensi. Ini meliputi penghentian total douching, penghapusan sabun wangi, deterjen hipoalergenik, dan penggunaan pakaian dalam katun longgar. Seringkali, pasien secara tidak sadar memperburuk kondisi mereka dengan berusaha membersihkan area tersebut secara berlebihan.
Selain infeksi umum dan dermatosis inflamasi primer, terdapat kondisi lain yang juga menyebabkan nyeri, benjolan, dan iritasi di area Miss V.
Vulvodynia didefinisikan sebagai rasa nyeri vulva kronis (berlangsung lebih dari tiga bulan) tanpa penyebab yang jelas. Vestibulodynia adalah bentuknya yang terlokalisasi, di mana rasa sakit terpusat di vestibulum (pintu masuk vagina).
Nyeri hebat saat sentuhan (allodynia) atau nyeri berlebihan terhadap stimulus yang biasanya hanya sedikit menyakitkan (hiperalgesia). Nyeri ini paling sering dipicu oleh kontak seksual, pemasangan tampon, atau pemeriksaan medis. Etiologinya multifaktorial, melibatkan persarafan yang sensitif (neuropati), faktor genetik, dan respons inflamasi kronis.
Penanganan sangat kompleks, seringkali multidisiplin, melibatkan obat-obatan untuk menstabilkan saraf (misalnya antidepresan trisiklik dosis rendah, gabapentin), terapi fisik dasar panggul untuk relaksasi otot, dan terapi biofeedback.
HS adalah penyakit inflamasi kronis pada folikel rambut yang memengaruhi area intertriginosa (lipatan kulit) seperti ketiak, pangkal paha, dan area vulva. Kondisi ini menyebabkan benjolan (nodul) yang menyakitkan, abses yang sering berulang, saluran sinus yang bernanah, dan jaringan parut yang signifikan.
Ketika menyerang vulva, HS bisa sangat mengganggu, menyebabkan nyeri saat berjalan atau duduk. Penanganan HS berkisar dari antibiotik oral jangka panjang, retinoid, hingga agen biologis (biologics) dalam kasus yang parah, dan terkadang intervensi bedah untuk menghilangkan saluran sinus yang kronis.
Kelenjar Bartholin terletak di kedua sisi pintu masuk vagina dan berfungsi menghasilkan cairan lubrikasi. Sumbatan pada saluran kelenjar ini menyebabkan penumpukan cairan dan pembentukan kista yang umumnya tidak sakit.
Namun, jika kista terinfeksi, akan terbentuk abses Bartholin—massa yang sangat nyeri, bengkak, merah, dan hangat. Abses memerlukan drainase melalui prosedur marsupialisasi atau insisi, biasanya disertai antibiotik jika ada selulitis sekitar.
Ini bukan penyakit primer, melainkan konsekuensi dari garukan kronis terhadap gatal yang disebabkan oleh kondisi lain (misalnya, kandidiasis yang tidak diobati atau DCI ringan). Garukan dan gosokan berulang menyebabkan siklus gatal-garuk, yang pada akhirnya menebalkan kulit (likenifikasi) dan memperburuk gatal.
Pengobatan berfokus pada pemutusan siklus gatal-garuk, seringkali dengan steroid topikal yang poten di malam hari (ditutup) untuk menenangkan penebalan, serta obat antihistamin sedatif untuk mengurangi keinginan menggaruk saat tidur.
*Simbol yang menunjukkan pentingnya diagnosis klinis dan pemeriksaan.
Sangat penting untuk tidak melakukan diagnosis sendiri di area vulvovaginal. Karena banyak kondisi (infeksi jamur, dermatitis, Lichen Sclerosus) memiliki gejala gatal yang serupa, pengobatan yang salah dapat memperburuk kondisi dermatosis yang mendasarinya.
Meskipun beberapa iritasi ringan bisa hilang sendiri, harus dicari bantuan medis jika mengalami:
Banyak masalah kulit di area Miss V dapat dicegah melalui penyesuaian gaya hidup dan praktik kebersihan yang benar. Pencegahan adalah inti dari manajemen jangka panjang, terutama bagi mereka yang rentan terhadap kekambuhan infeksi atau dermatitis.
Filosofi utama adalah "kurang lebih baik."
Bagi mereka yang menderita kekeringan kronis atau dermatosis seperti Lichen Sclerosus, penggunaan emolien dan pelindung kulit adalah kunci.
Area vulvovaginal adalah ekosistem yang rapuh. Perawatan terbaik seringkali adalah perawatan minimalis. Jika Anda merasakan gatal atau nyeri kronis, jangan hanya mengobati gejalanya dengan obat bebas, tetapi carilah diagnosis spesialis (Dermatolog, Ginekolog, atau Vulvolog) untuk memastikan Anda tidak memiliki kondisi kronis seperti Lichen Sclerosus yang memerlukan intervensi medis jangka panjang.
Keparahan dan dampak psikologis dari penyakit kulit di area Miss V sering kali diremehkan. Gatal kronis yang disebabkan oleh LS atau nyeri membakar akibat LP dapat menyebabkan depresi, kecemasan, dan penghindaran intim yang parah. Oleh karena itu, pendekatan holistik yang mencakup dukungan psikologis bersamaan dengan pengobatan dermatologis sangat penting. Pengelolaan penyakit kronis seperti HS atau LS menuntut kesabaran dan kepatuhan yang ketat terhadap rejimen pengobatan, yang mungkin melibatkan steroid topikal potensi tinggi yang aplikasinya harus diukur dengan sangat tepat untuk menghindari penipisan kulit lebih lanjut, sambil memastikan penyakit tetap terkendali. Konsultasi rutin dan pemetaan perubahan kulit adalah bagian tak terpisahkan dari pengawasan terhadap kemungkinan perkembangan keganasan pada dermatosis tertentu.
Pengenalan dini terhadap perubahan pada vulva, seperti hilangnya warna alami, pengkerutan, atau munculnya luka yang tidak biasa, sangat krusial. Dalam konteks Lichen Sclerosus, edukasi pasien tentang pemeriksaan mandiri berkala menjadi prioritas, karena penundaan diagnosis dapat menyebabkan perubahan anatomi permanen. Selain itu, beberapa pasien mungkin memerlukan terapi fisik dasar panggul untuk mengatasi hipertonisitas otot yang sering menyertai nyeri kronis, sebuah kondisi yang dikenal sebagai vaginismus sekunder. Penyakit kulit di area genital bukan hanya masalah fisik; mereka adalah masalah kesehatan intim yang membutuhkan empati, pemahaman ilmiah yang mendalam, dan penanganan yang terpersonalisasi.