Penyakit maag, atau yang secara medis sering disebut sebagai gastritis atau dispepsia fungsional, adalah salah satu masalah kesehatan yang paling umum dialami oleh masyarakat global. Kondisi ini bukan sekadar rasa sakit perut biasa; ia merupakan indikasi adanya peradangan, iritasi, atau luka pada lapisan pelindung (mukosa) lambung.
Prevalensi penyakit maag yang tinggi, sering kali disebabkan oleh kombinasi antara pola hidup modern yang penuh tekanan, kebiasaan makan yang tidak teratur, dan penggunaan obat-obatan tertentu. Memahami secara mendalam mekanisme terjadinya maag, mulai dari anatomi lambung hingga pilihan penanganan yang paling efektif, adalah kunci untuk mencapai kesembuhan dan mencegah kekambuhan. Artikel ini akan membedah secara komprehensif seluruh aspek terkait penyakit maag, menawarkan panduan terperinci yang berbasis bukti ilmiah dan pengalaman klinis.
Istilah "maag" (dari bahasa Belanda: maag yang berarti lambung) dalam konteks awam merujuk pada spektrum gejala yang berkaitan dengan gangguan pencernaan bagian atas, utamanya nyeri atau rasa tidak nyaman di ulu hati. Secara medis, kita perlu membedakan antara beberapa kondisi terkait:
Gastritis adalah peradangan pada lapisan mukosa lambung. Peradangan ini dapat bersifat akut (muncul tiba-tiba dan berlangsung singkat) atau kronis (berkembang lambat dan menetap dalam jangka waktu yang lama, bahkan bertahun-tahun). Gastritis kronis seringkali lebih berbahaya karena dapat menyebabkan atrofi mukosa lambung dan berpotensi meningkatkan risiko komplikasi serius.
Jika pasien mengalami gejala maag tanpa adanya bukti peradangan atau ulkus yang terdeteksi melalui endoskopi, kondisi ini sering didiagnosis sebagai dispepsia fungsional. Ini adalah diagnosis eksklusi, di mana gangguan terletak pada fungsi motorik atau sensitivitas lambung dan usus, bukan kerusakan struktural.
PUD adalah kondisi yang lebih parah, ditandai dengan terbentuknya luka terbuka (ulkus) yang menembus lapisan mukosa lambung atau duodenum (usus dua belas jari). Ulkus sering kali merupakan komplikasi dari gastritis kronis yang tidak tertangani dengan baik, biasanya akibat infeksi Helicobacter pylori atau penggunaan obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID).
Ditandai dengan peradangan mendadak dan parah. Penyebab utama meliputi konsumsi alkohol berlebihan, penggunaan NSAID dosis tinggi, atau stres fisik akut (seperti trauma berat, luka bakar, atau operasi besar, yang dikenal sebagai ulkus stres). Gejalanya intens, tetapi seringkali membaik cepat setelah pemicu dihilangkan.
Peradangan lambat yang menyebabkan perubahan struktural permanen pada mukosa lambung. Bentuk yang paling umum adalah gastritis yang disebabkan oleh infeksi H. pylori atau gastritis autoimun. Jenis kronis ini memerlukan penanganan jangka panjang karena dapat menyebabkan perubahan prakanker seperti metaplasia atau displasia.
Lambung memiliki sistem pertahanan yang sangat kuat melawan asamnya sendiri. Maag terjadi ketika faktor agresif (asam lambung dan pepsin) mengalahkan faktor defensif (lapisan lendir, aliran darah mukosa, dan bikarbonat). Berikut adalah penyebab utama ketidakseimbangan ini:
H. pylori adalah penyebab utama gastritis kronis di seluruh dunia. Bakteri ini mampu bertahan dalam lingkungan asam lambung yang ekstrem dengan cara memproduksi enzim urease, yang mengubah urea menjadi amonia, menciptakan lingkungan mikro yang lebih basa di sekitarnya. Kehadiran bakteri ini memicu respons inflamasi kronis, merusak mukosa lambung dan meningkatkan risiko ulkus peptikum serta kanker lambung di masa depan.
Penularan H. pylori umumnya terjadi melalui rute oral-oral atau fekal-oral, seringkali di masa kanak-kanak. Deteksi dan eradikasi bakteri ini adalah langkah krusial dalam pengobatan maag kronis.
Obat-obatan seperti ibuprofen, naproxen, dan aspirin adalah pemicu utama gastritis dan ulkus. NSAID bekerja dengan menghambat enzim siklooksigenase (COX), yang bertanggung jawab atas peradangan dan nyeri. Namun, NSAID juga menghambat COX-1, enzim yang vital dalam produksi prostaglandin pelindung lambung. Tanpa prostaglandin yang cukup, mukosa lambung menjadi sangat rentan terhadap erosi oleh asam lambung, menyebabkan pendarahan dan ulkus.
Meskipun stres psikologis (kecemasan, tekanan pekerjaan) jarang menjadi penyebab tunggal ulkus, ia memperburuk gejala maag secara signifikan. Stres memicu pelepasan hormon kortisol, yang dapat meningkatkan produksi asam lambung dan mengurangi aliran darah ke mukosa, memperlambat proses penyembuhan.
Stres fisik yang parah, seperti yang dialami pada pasien ICU, operasi besar, atau sepsis, dapat menyebabkan ulkus stres akut yang berpotensi mematikan karena risiko perdarahan masif.
Beberapa kebiasaan dan asupan makanan dapat secara langsung mengiritasi lambung atau meningkatkan sekresi asam:
Keseimbangan antara lapisan mukosa pelindung dan asam lambung yang agresif adalah kunci kesehatan lambung. Maag terjadi saat keseimbangan ini terganggu.
Gejala maag sangat bervariasi, tergantung pada tingkat keparahan peradangan, lokasi kerusakan (lambung atau duodenum), dan apakah sudah terjadi komplikasi. Gejala khas meliputi:
Ini adalah gejala yang paling dominan. Rasa nyeri biasanya terasa seperti terbakar, perih, atau menusuk di bagian tengah perut atas (ulu hati). Pada kasus ulkus duodenum, nyeri sering kali memburuk saat perut kosong dan mereda setelah makan. Sebaliknya, pada ulkus lambung, nyeri mungkin memburuk segera setelah makan karena peningkatan sekresi asam.
Dispepsia seringkali melibatkan gangguan motilitas lambung, yang menyebabkan makanan dicerna lebih lambat (gastroparesis). Akibatnya, penderita merasa kembung atau sangat kenyang meskipun baru makan sedikit (early satiety).
Peningkatan asam lambung dan iritasi pada mukosa dapat memicu mual. Muntah, meskipun tidak selalu terjadi, dapat meredakan tekanan sementara. Seringnya sendawa adalah upaya tubuh untuk melepaskan gas yang terperangkap akibat gangguan pencernaan.
Beberapa tanda dan gejala menunjukkan kondisi maag yang lebih parah atau komplikasi yang memerlukan perhatian medis segera:
Mendiagnosis maag biasanya dimulai dengan riwayat medis terperinci dan pemeriksaan fisik. Namun, untuk mengidentifikasi penyebab pasti dan menyingkirkan komplikasi serius, beberapa pemeriksaan spesifik diperlukan:
Ini adalah standar emas untuk diagnosis maag. Endoskopi melibatkan memasukkan selang fleksibel dengan kamera melalui mulut hingga ke lambung dan duodenum. Dokter dapat melihat secara langsung kondisi mukosa, mengidentifikasi lokasi dan ukuran ulkus atau peradangan, serta mengambil sampel jaringan (biopsi) untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Deteksi bakteri H. pylori sangat penting untuk menentukan regimen pengobatan:
Dalam kasus yang rumit, dokter mungkin meminta studi pencitraan seperti CT scan atau barium swallow untuk mengevaluasi perforasi, obstruksi (penyumbatan), atau untuk menilai struktur anatomi di sekitar lambung.
Tujuan utama penanganan maag adalah mengurangi sekresi asam, melindungi mukosa lambung, dan jika ada, mengeliminasi bakteri H. pylori. Pendekatan pengobatan harus disesuaikan dengan penyebab yang mendasari.
PPIs (misalnya, omeprazole, lansoprazole, esomeprazole) adalah obat yang paling efektif dalam mengurangi sekresi asam. Mereka bekerja dengan memblokir pompa proton di sel parietal lambung, yang merupakan langkah terakhir dalam produksi asam. PPIs membutuhkan waktu beberapa hari untuk mencapai efek penuh tetapi memberikan supresi asam yang kuat dan berkelanjutan, yang krusial untuk penyembuhan ulkus.
H2 blockers (misalnya, ranitidin, famotidine) bekerja dengan memblokir histamin yang merangsang sel parietal untuk memproduksi asam. Obat ini bekerja lebih cepat daripada PPI, sering digunakan untuk meredakan gejala akut atau sebagai terapi pemeliharaan, meskipun PPI biasanya lebih unggul untuk ulkus aktif.
Antasida (misalnya, aluminium hidroksida, magnesium hidroksida) adalah obat penetral asam yang bekerja cepat. Mereka memberikan bantuan instan dari nyeri ulu hati dengan menetralkan asam yang sudah ada di lambung. Namun, efeknya hanya sementara dan tidak menyembuhkan peradangan yang mendasari.
Jika tes mengonfirmasi adanya H. pylori, pasien harus menjalani terapi eradikasi, yang biasanya melibatkan kombinasi tiga atau empat obat (Terapi Tiga Kali atau Kuadrupel) selama 7 hingga 14 hari. Regimen umum meliputi:
Kegagalan eradikasi sering terjadi karena resistensi antibiotik, sehingga penting untuk menyelesaikan seluruh kursus pengobatan dan menguji ulang (biasanya 4 minggu setelah selesai terapi) untuk memastikan bakteri telah hilang.
Obat seperti sukralfat (melapisi ulkus) dan misoprostol (meningkatkan produksi prostaglandin) digunakan untuk memperkuat pertahanan mukosa. Sukralfat bekerja dengan membentuk lapisan pelindung di atas ulkus, melindunginya dari asam dan memungkinkan penyembuhan.
Pasien maag yang mutlak harus menggunakan NSAID (misalnya, untuk artritis kronis) harus selalu didampingi dengan terapi profilaksis. Ini dapat berupa PPI dosis rendah harian atau penggunaan NSAID yang lebih selektif terhadap COX-2 (seperti Celecoxib), meskipun obat ini tetap memiliki risiko kardiovaskular tertentu.
Pengobatan maag tidak akan berhasil tanpa modifikasi gaya hidup dan diet yang ketat. Ini adalah fondasi manajemen jangka panjang untuk mencegah kekambuhan dan memulihkan kesehatan mukosa.
Tujuan utama diet maag adalah mengurangi iritasi kimia dan mekanik pada lambung serta menjaga lambung tidak kosong terlalu lama.
Beberapa makanan dikenal sebagai pemicu (trigger foods) karena dapat merangsang sekresi asam atau melemahkan sfingter esofagus bawah (LES), yang mencegah refluks:
Fokus pada makanan yang bersifat alkali (basa) atau yang menyediakan lapisan pelindung di perut:
Gaya hidup modern yang melibatkan stres, merokok, dan konsumsi stimulan tinggi merupakan faktor risiko signifikan yang memperburuk gejala maag.
Jika gastritis kronis atau ulkus peptikum dibiarkan tanpa penanganan yang tepat, risiko komplikasi serius meningkat drastis. Komplikasi ini memerlukan intervensi medis segera, seringkali melalui jalur bedah.
Ini adalah komplikasi paling umum dan berpotensi mematikan. Ulkus yang mengikis pembuluh darah di dinding lambung atau duodenum dapat menyebabkan perdarahan masif. Gejalanya termasuk hematemesis (muntah darah) atau melena (feses hitam). Perdarahan kecil namun kronis juga dapat menyebabkan anemia defisiensi besi yang memerlukan transfusi darah atau suplemen zat besi.
Perforasi terjadi ketika ulkus menembus seluruh lapisan dinding lambung atau usus, menyebabkan isi lambung (asam, enzim, makanan) tumpah ke rongga perut. Ini memicu peritonitis akut, infeksi serius yang memerlukan operasi darurat untuk menutup lubang.
Pilorus adalah saluran keluar dari lambung menuju usus halus. Ulkus kronis di area pilorus dapat menyebabkan jaringan parut (scar tissue). Jaringan parut ini menyempitkan saluran pilorus, menghalangi makanan untuk bergerak dari lambung. Gejalanya adalah muntah hebat yang tidak mengandung empedu dan perasaan perut sangat penuh setelah makan.
Gastritis kronis, terutama yang disebabkan oleh H. pylori, dapat menyebabkan perubahan bertahap pada mukosa lambung, dikenal sebagai urutan Correa: gastritis kronis → atrofi mukosa → metaplasia intestinal → displasia → karsinoma. Pasien dengan gastritis atrofi autoimun atau yang terinfeksi H. pylori selama bertahun-tahun memiliki risiko kanker lambung yang lebih tinggi. Skrining endoskopi berkala mungkin diperlukan pada kelompok risiko tinggi ini.
Penanganan maag seringkali harus dimodifikasi ketika melibatkan kelompok pasien tertentu, seperti ibu hamil, anak-anak, atau lansia, karena pertimbangan farmakologis dan kondisi fisiologis yang unik.
Mulas dan gejala refluks (GERD) sangat umum selama kehamilan, terutama pada trimester akhir, karena tekanan mekanis rahim yang membesar dan hormon progesteron yang melemaskan LES. Penanganan harus fokus pada intervensi non-farmakologis (diet, posisi tidur miring kiri, menghindari pemicu). Jika obat diperlukan, antasida berbasis kalsium atau magnesium (dengan hati-hati) biasanya aman. PPIs dan H2 blockers juga dapat digunakan, namun hanya setelah konsultasi ketat dengan dokter kandungan.
Meskipun kurang umum dibandingkan dewasa, anak-anak juga bisa mengalami gastritis, seringkali karena H. pylori atau penggunaan NSAID (misalnya untuk demam dan nyeri). Diagnosis pada anak lebih sulit karena mereka mungkin kesulitan mendeskripsikan nyeri. Perawatan harus sangat hati-hati, dengan dosis obat yang disesuaikan berat badan dan fokus kuat pada modifikasi diet dan penghapusan pemicu.
Lansia seringkali mengonsumsi banyak obat, yang meningkatkan risiko interaksi obat dan kerusakan lambung (terutama NSAID dan kortikosteroid). Mereka juga memiliki risiko lebih tinggi terhadap gastritis atrofi, yang dapat menyebabkan malabsorpsi vitamin B12 (anemia pernisiosa). Pada lansia, gejala maag mungkin tidak khas, dan mereka mungkin hanya mengeluhkan penurunan nafsu makan atau kelemahan. Penggunaan PPI jangka panjang pada lansia perlu diwaspadai karena dapat meningkatkan risiko infeksi Clostridium difficile dan osteoporosis.
Pencegahan adalah kunci untuk menghindari kekambuhan maag. Strategi pemeliharaan melibatkan pengawasan diet, manajemen stres, dan, bagi pasien H. pylori, memastikan eradikasi tuntas.
Stres dapat memicu gejala melalui sumbu otak-usus (gut-brain axis). Teknik relaksasi, meditasi, yoga, dan memastikan kualitas tidur yang memadai adalah bagian integral dari pencegahan maag. Dalam kasus dispepsia fungsional, terapi perilaku kognitif (CBT) telah terbukti sangat membantu.
Selalu informasikan dokter mengenai riwayat maag atau ulkus sebelum memulai pengobatan baru. Jika NSAID harus digunakan, pertimbangkan penggunaan NSAID COX-2 selektif dan selalu konsumsi bersama PPI atau pelindung mukosa lainnya.
Penelitian menunjukkan bahwa probiotik dapat berperan dalam dua aspek: 1) membantu meningkatkan tingkat eradikasi H. pylori ketika diberikan bersama antibiotik, dan 2) membantu memulihkan flora usus yang sehat setelah penggunaan antibiotik yang intensif, yang dapat mengurangi efek samping pencernaan. Yoghurt probiotik dan makanan fermentasi dapat dimasukkan dalam diet harian (asalkan tidak terlalu asam).
Pasien yang menderita ulkus peptikum yang tidak disebabkan oleh H. pylori atau NSAID, atau yang memiliki gastritis atrofi, harus menjalani endoskopi tindak lanjut. Endoskopi ini memastikan penyembuhan ulkus dan memantau perkembangan perubahan prakanker (metaplasia atau displasia) pada mukosa lambung.
Untuk memahami sepenuhnya maag, kita harus melihat lebih dalam pada fisiologi lambung. Lambung adalah organ unik yang harus mencerna protein tanpa mencerna dirinya sendiri. Proses ini dikelola oleh keseimbangan yang rumit.
Asam klorida (HCl) diproduksi oleh sel parietal di kelenjar oksintik mukosa lambung. Sekresi asam diatur oleh tiga stimulan utama yang bekerja pada sel parietal:
Ketiga stimulan ini berujung pada aktivasi pompa proton (H+/K+ ATPase), yang memompa ion hidrogen (asam) ke dalam lumen lambung. PPIs menargetkan pompa ini secara langsung dan ireversibel.
Lapisan pertahanan fisik lambung terdiri dari:
H. pylori memiliki beberapa senjata patogenik:
Kehadiran H. pylori tidak hanya merusak pertahanan, tetapi juga dapat mengubah pengaturan sekresi asam. Pada sebagian besar pasien, infeksi menyebabkan peningkatan produksi gastrin, yang pada gilirannya meningkatkan sekresi asam, memicu ulkus duodenum. Pada kasus lain, infeksi menyebabkan kehancuran sel parietal, yang memicu gastritis atrofi, meningkatkan risiko kanker.
Sekitar 50-70% pasien yang mengeluhkan gejala maag (nyeri ulu hati, kembung, kenyang cepat) ternyata tidak memiliki ulkus atau peradangan parah yang terdeteksi melalui endoskopi. Kondisi ini dikategorikan sebagai Dispepsia Fungsional (DF). DF adalah diagnosis yang menantang dan melibatkan interaksi kompleks antara lambung, usus, dan sistem saraf pusat.
Berdasarkan Kriteria Roma IV, DF dibagi menjadi dua subtipe utama:
Meskipun tidak ada kerusakan struktural, disfungsi melibatkan beberapa mekanisme:
Karena etiologinya multifaktorial, pengobatan DF berbeda dari maag biasa. Selain penggunaan PPI (yang membantu beberapa pasien), pengobatan dapat meliputi:
Pengobatan maag modern semakin mengakui peran penting terapi komplementer dan gaya hidup dalam mendukung penyembuhan dan meredakan gejala, asalkan digunakan sebagai pendamping terapi medis, bukan pengganti.
Beberapa suplemen menunjukkan janji dalam membantu lapisan lambung:
Penting untuk selalu berkonsultasi dengan dokter sebelum mengonsumsi suplemen herbal, terutama jika sedang dalam pengobatan PPI atau antibiotik, karena potensi interaksi.
Pada kasus GERD (yang sering menyertai maag), postur memainkan peran besar. Meninggikan kepala tempat tidur sekitar 15-20 cm (bukan hanya menumpuk bantal) dapat memanfaatkan gravitasi untuk menjaga asam tetap di lambung. Selain itu, menghindari pakaian atau ikat pinggang yang terlalu ketat di sekitar perut dapat mengurangi tekanan intra-abdomen yang mendorong asam naik melalui LES.
Obesitas merupakan faktor risiko kuat untuk GERD dan dapat memperburuk gejala maag karena lemak perut meningkatkan tekanan pada lambung. Penurunan berat badan yang sehat dapat secara signifikan mengurangi tekanan ini. Namun, olahraga berat, terutama yang melibatkan membungkuk atau menekan perut, harus dihindari segera setelah makan karena dapat memicu refluks.
Kesimpulannya, penanganan penyakit maag adalah perjalanan multidimensi yang memerlukan komitmen terhadap perubahan gaya hidup, kepatuhan pada pengobatan, dan pemahaman yang mendalam tentang kondisi lambung. Dengan diagnosis yang akurat dan manajemen yang tepat, sebagian besar penderita maag dapat mencapai pemulihan total dan kualitas hidup yang jauh lebih baik.