Surat An-Nisa, yang berarti "Wanita", adalah salah satu surat Madaniyah yang kaya akan hukum dan panduan, terutama terkait dengan perempuan dan keluarga dalam Islam. Salah satu ayat yang sangat penting dan sering dibahas dalam konteks pernikahan, perlindungan anak yatim, dan pengelolaan harta adalah ayat kelima dari surat ini. Ayat ini memberikan batasan dan arahan yang jelas bagi umat Muslim dalam menjalankan tanggung jawab mereka, khususnya terhadap generasi penerus dan aset yang ditinggalkan.
وَلَا تُؤْتُوا السُّفَهَاءَ أَمْوَالَكُمُ الَّتِي جَعَلَ اللَّهُ لَكُمْ قِيَامًا وَارْزُقُوهُمْ فِيهَا وَاكْسُوهُمْ وَقُولُوا لَهُمْ قَوْلًا مَّعْرُوفًا
"Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya (pengelolaan) harta (milik)mu yang Allah jadikan sebagai sumber penghidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik." (QS. An-Nisa: 5)
Inti dari ayat ini adalah peringatan keras untuk tidak menyerahkan pengelolaan harta kepada orang yang belum mencapai kedewasaan akal atau kematangan finansial. Dalam konteks hukum Islam, ini merujuk pada anak-anak yang belum baligh dan orang-orang yang terganggu akal sehatnya (majnun). Pengelolaan harta pada usia dini atau oleh individu yang tidak mampu bertanggung jawab dapat berujung pada pemborosan, penipuan, atau penyalahgunaan. Allah SWT menyebut harta tersebut sebagai "Qiyaman" (sumber penghidupan), yang menekankan betapa pentingnya menjaga stabilitas ekonomi keluarga dan masyarakat.
Tanggung jawab ini ditekankan kepada wali atau penjaga harta, baik itu orang tua, kerabat, atau pengampu yang ditunjuk. Mereka berkewajiban melindungi harta tersebut dari kerugian dan memanfaatkannya untuk kemaslahatan orang yang berhak, yaitu anak-anak yatim atau mereka yang berada di bawah perwalian.
Meskipun dilarang menyerahkan pengelolaan harta secara langsung, ayat ini tidak berarti anak-anak yatim atau orang yang belum cakap dikucilkan dari harta mereka. Justru sebaliknya, Allah memerintahkan para penjaga untuk memberikan "belanja" (nafkah) dan "pakaian" dari harta tersebut. Ini adalah bentuk keadilan dan ihsan, memastikan bahwa mereka yang membutuhkan tetap terpenuhi kebutuhan dasarnya. Pemberian ini harus dilakukan dengan cara yang layak dan sesuai dengan keadaan.
Kewajiban ini mencakup pemenuhan kebutuhan pokok seperti makanan, minuman, tempat tinggal, serta pakaian yang pantas. Tujuannya adalah untuk menjaga martabat dan kesejahteraan mereka yang berada di bawah perwalian, sambil tetap memastikan bahwa pengelolaan harta utama dilakukan oleh pihak yang lebih bijak dan bertanggung jawab.
Aspek penting lainnya dari ayat ini adalah perintah untuk "mengucapkan perkataan yang baik" kepada mereka. Ini mencakup cara berkomunikasi yang santun, penuh kasih sayang, dan membangun. Para penjaga diharapkan tidak bersikap kasar, merendahkan, atau menakut-nakuti anak-anak yatim atau orang yang berada di bawah perwalian mereka. Sebaliknya, interaksi harus diwarnai dengan empati, dukungan moral, dan bimbingan.
Perkataan yang baik berperan dalam membentuk kepribadian, menumbuhkan rasa percaya diri, dan menjaga ikatan emosional yang positif. Hal ini menunjukkan bahwa Islam tidak hanya mengatur aspek materiil, tetapi juga aspek psikologis dan sosial dalam berinteraksi dengan sesama, terutama terhadap mereka yang rentan.
QS An-Nisa ayat 5 memiliki relevansi yang sangat kuat hingga saat ini. Dalam konteks hukum keluarga modern, ayat ini menjadi landasan dalam pengaturan hak waris, perwalian anak, dan pengelolaan aset untuk anak di bawah umur atau mereka yang dianggap belum mampu mengelola keuangan sendiri. Sistem perbankan syariah, lembaga keuangan syariah, dan pengadilan agama sering kali merujuk pada prinsip-prinsip yang terkandung dalam ayat ini untuk memastikan keadilan dan perlindungan bagi pihak yang lemah secara finansial.
Lebih dari sekadar aturan hukum, ayat ini mengajarkan nilai-nilai luhur tentang tanggung jawab, kasih sayang, keadilan, dan pentingnya membangun generasi yang kuat secara materi maupun moral. Dengan menjaga harta dan memberikan bimbingan yang tepat, kita turut berkontribusi dalam mencetak individu yang mandiri, bertanggung jawab, dan mampu memberikan kontribusi positif bagi masyarakat.