Renungan Mendalam: Quran Surat An Nisa Ayat 125

Simbol Kitab Suci dan Pedoman

Dalam samudra Al-Qur'an yang tak bertepi, terdapat ayat-ayat yang menjadi kompas navigasi hidup bagi setiap mukmin. Salah satunya adalah Surat An Nisa ayat 125. Ayat ini membentangkan sebuah prinsip fundamental yang mencakup hubungan antara manusia dengan Tuhannya dan sesamanya, memberikan petunjuk yang jelas mengenai bagaimana seharusnya seorang Muslim menjalani kehidupannya dalam berbagai aspek.

Teks dan Terjemahan An Nisa Ayat 125

وَمَنْ أَحْسَنُ دِينًا مِمَّنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لِلَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ وَاتَّبَعَ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا ۗ وَاتَّخَذَ اللَّهُ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلًا

"Wa man ahsanu dīnan mimman aslama wajhahu lillāhi wa huwa muhsinuw wattaba‘a millata Ibrāhīma hanīfā(n), wattakhadha Allāhu Ibrāhīma khalīlā(n)."

"Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat kebaikan, dan dia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah telah memilih Ibrahim sebagai kesayangan-Nya."

Makna Mendalam dan Refleksi

Ayat ini secara tegas menyatakan bahwa agama yang paling sempurna adalah agama yang dianut oleh orang-orang yang memiliki karakteristik utama: pertama, menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah (aslama wajhahu lillāh). Ini bukan sekadar pengakuan verbal, melainkan penyerahan total jiwa, raga, dan segala aspek kehidupan kepada kehendak dan perintah-Nya. Sikap ini mencerminkan ketundukan, kepasrahan, dan keyakinan penuh bahwa hanya Allah yang layak disembah dan dijadikan tujuan akhir.

Kedua, menjadi orang yang berbuat kebaikan (wa huwa muhsin). Konsep ihsan dalam Islam mencakup dua tingkatan: berbuat baik kepada Allah seolah-olah melihat-Nya, dan jika tidak bisa, maka yakinlah bahwa Allah melihatnya. Ini juga berarti berbuat baik kepada sesama manusia, makhluk ciptaan-Nya, dengan tulus, tanpa pamrih, dan sesuai dengan ajaran-Nya. Kebaikan ini meliputi perbuatan, perkataan, dan niat. Tanpa ihsan, keislaman seseorang akan terasa kurang sempurna.

Ketiga, mengikuti agama Ibrahim yang lurus (wattaba‘a millata Ibrāhīma hanīfā). Nabi Ibrahim Alaihissalam adalah panutan bagi umat Islam. Beliau adalah seorang hanif, yaitu orang yang teguh dalam keesaan Allah, menjauhi syirik, dan selalu mencari kebenaran. Mengikuti millah Ibrahim berarti kembali kepada ajaran tauhid yang murni, melepaskan diri dari segala bentuk kemusyrikan dan bid'ah, serta menjunjung tinggi ajaran-ajaran pokok agama yang telah diturunkan kepada para nabi dan rasul.

Ayat ini juga menggarisbawahi kedudukan istimewa Nabi Ibrahim Alaihissalam di sisi Allah, dengan firman-Nya "Dan Allah telah memilih Ibrahim sebagai kesayangan-Nya" (wattakhadha Allāhu Ibrāhīma khalīlā). Status ini menunjukkan betapa mulianya posisi beliau sebagai utusan Allah yang senantiasa taat dan teguh pada pendiriannya. Teladan beliau menjadi sumber inspirasi bagi umat Islam untuk meneladani keimanan, keteguhan, dan pengorbanannya.

Implementasi dalam Kehidupan Sehari-hari

Surat An Nisa ayat 125 memberikan panduan praktis bagi kaum Muslimin. Penyerahan diri kepada Allah (islam) harus diwujudkan dalam tindakan nyata berupa kebaikan (ihsan). Ini berarti kita harus senantiasa berusaha melakukan yang terbaik dalam setiap aspek kehidupan, baik ibadah ritual maupun muamalah (hubungan antarmanusia). Menjaga lisan dari perkataan buruk, berbuat adil, menolong sesama, berbakti kepada orang tua, serta menjaga amanah adalah sebagian kecil dari wujud ihsan.

Lebih jauh lagi, ayat ini mengajak kita untuk terus merenungi dan mempelajari ajaran Nabi Ibrahim Alaihissalam. Memahami kisah-kisah perjuangannya dalam menegakkan tauhid, kesabarannya dalam menghadapi ujian, dan keikhlasannya dalam berdakwah dapat memberikan kekuatan spiritual bagi kita. Dalam menghadapi keragaman pemahaman dan aliran, prinsip mengikuti millah Ibrahim yang lurus menjadi penyeimbang, mengingatkan kita untuk tetap berpegang pada ajaran Al-Qur'an dan Sunnah yang otentik.

Dengan memahami dan mengamalkan isi Surat An Nisa ayat 125, seorang Muslim dapat membentuk kepribadian yang utuh, harmonis antara hubungan vertikal dengan Allah dan horizontal dengan sesama. Agama yang diamalkan bukan sekadar ritual kosong, melainkan sebuah sistem hidup yang membawa rahmat, kebaikan, dan kebenaran bagi diri sendiri dan seluruh alam semesta. Jadikan ayat ini sebagai pengingat dan motivasi untuk terus memperbaiki diri, mendekatkan diri kepada Sang Pencipta, dan menjadi pribadi yang senantiasa menebar kebaikan.

Baca Lebih Lanjut Kisah Nabi Ibrahim
🏠 Homepage