Al-Qur'an merupakan kitab suci umat Islam yang berisi petunjuk hidup, hukum, dan kisah-kisah inspiratif. Di dalamnya terdapat berbagai ayat yang mengatur kehidupan manusia, mulai dari hubungan personal hingga tatanan sosial kemasyarakatan. Salah satu ayat yang memiliki makna mendalam terkait dengan tanggung jawab dan kewajiban, terutama dalam hal pengelolaan harta, adalah Surat An Nisa ayat 5. Ayat ini seringkali menjadi rujukan penting dalam pembahasan mengenai keadilan, amanah, dan bimbingan terhadap kaum muda atau mereka yang belum cakap mengelola urusan mereka.
إِنَّ ٱلَّذِينَ يَأْكُلُونَ أَمْوَٰلَ ٱلْيَتَٰمَىٰ ظُلْمًا إِنَّمَا يَأْكُلُونَ فِى بُطُونِهِمْ نَارًا ۖ وَسَيَصْلَوْنَ سَعِيرًا
"Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka menelan api neraka ke dalam perut mereka dan kelak mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka)."
Surat An Nisa sendiri memiliki makna "Wanita". Penamaan ini merujuk pada banyaknya pembahasan dalam surat ini mengenai hukum-hukum yang berkaitan dengan wanita, anak-anak, keluarga, dan hak-hak mereka. Ayat kelima dari surat ini turun sebagai peringatan keras terhadap praktik-praktik yang merugikan kaum yang lemah, khususnya anak yatim, yang pada masa turunnya Al-Qur'an seringkali kehilangan pelindung utama dan hartanya rentan disalahgunakan.
Pada masa jahiliyah, atau bahkan di masa-masa awal Islam, anak yatim seringkali menjadi sasaran eksploitasi. Harta peninggalan orang tua mereka yang seharusnya menjadi bekal kehidupan mereka justru diambil dan dihabiskan oleh walinya tanpa hak. Ayat ini hadir sebagai penegasan syariat Islam yang menjunjung tinggi keadilan dan perlindungan terhadap mereka yang rentan.
Ilustrasi Sederhana: Perlindungan dan Pengelolaan Harta Amanah
Ayat ini secara tegas melarang dan mengancam orang-orang yang mengambil harta anak yatim dengan cara yang zalim. Kata "memakan" di sini bukan hanya bermakna secara harfiah mengonsumsi, tetapi lebih luas mencakup segala bentuk penguasaan, penggunaan, atau penghabisan harta tersebut yang tidak sesuai dengan haknya. Sifat "zalim" menekankan bahwa tindakan tersebut melanggar keadilan dan merupakan pelanggaran terhadap hak anak yatim.
Ancaman yang diberikan sangat mengerikan: "sebenarnya mereka menelan api neraka ke dalam perut mereka". Ini adalah metafora yang sangat kuat untuk menggambarkan betapa buruknya akibat perbuatan tersebut. Harta yang mereka ambil secara tidak sah akan menjadi sumber siksaan di akhirat kelak. Perut yang kenyang dengan harta haram akan dipenuhi dengan api neraka.
Lebih lanjut, ayat ini menegaskan: "dan kelak mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka)". Ini adalah konfirmasi bahwa siksaan tersebut tidak hanya bersifat metaforis di dunia atau di alam kubur, tetapi akan berujung pada kekal di dalam neraka jahanam. Ancaman ini berlaku bagi siapa saja yang melakukan perbuatan tersebut, tanpa memandang status atau kedudukannya.
Para ulama tafsir menjelaskan bahwa ayat ini menekankan pentingnya amanah dalam mengelola harta anak yatim. Jika seorang wali atau pengasuh tidak mampu mengelola harta tersebut dengan baik, bahkan sampai menggabungkannya dengan harta pribadinya dan menggunakannya tanpa hak, maka ia tergolong melakukan kezaliman. Islam mengajarkan agar harta anak yatim dijaga, dikembangkan, dan dikembalikan kepada mereka ketika sudah dewasa dan mampu mengelolanya sendiri.
Tafsir lain menyebutkan bahwa ayat ini juga bisa mencakup larangan memakan harta orang lain secara batil, termasuk melalui riba, suap, penipuan, atau segala bentuk transaksi yang tidak sah menurut syariat. Namun, fokus utamanya tetap pada perlindungan terhadap anak yatim dan larangan mengambil harta mereka. Konsep "memakan api neraka" juga bisa diartikan sebagai dampak buruk yang dirasakan di dunia, seperti hilangnya keberkahan rezeki, timbulnya masalah, atau hukuman duniawi.
Surat An Nisa ayat 5 memberikan pelajaran berharga bagi setiap individu, terutama mereka yang dipercaya mengelola harta orang lain, atau yang memiliki tanggung jawab terhadap kaum yang lebih lemah. Hikmah dari ayat ini antara lain:
Bagi masyarakat, ayat ini menjadi landasan moral dan hukum dalam membangun sistem yang adil, di mana hak-hak setiap individu, khususnya anak yatim, terlindungi. Pengelolaan dana zakat, wakaf, atau warisan yang ditujukan untuk anak yatim harus dilakukan dengan transparan dan akuntabel.
Pada akhirnya, Surat An Nisa ayat 5 bukan hanya sekadar larangan, tetapi juga sebuah ajakan untuk senantiasa menjaga amanah, berbuat adil, dan senantiasa waspada terhadap godaan harta yang bisa menjerumuskan ke dalam jurang kenistaan. Pemahaman yang mendalam terhadap ayat ini diharapkan dapat membentengi diri dari perbuatan yang merugikan dan menjaga agar rezeki yang diperoleh senantiasa berkah.