Menelusuri Jejak Lokasi Turunnya Surah An-Nas

نَاس (Manusia) Ilustrasi simbolik perlindungan yang diwakili oleh Surah An-Nas.

Surah An-Nas, yang berarti "Manusia," adalah surat penutup Al-Qur'an, sekaligus menjadi penutup dari Surah Al-Falaq. Keduanya dikenal sebagai Al-Mu'awwidzatain (Dua Surat Pelindung). Keistimewaan dan fungsi perlindungan yang terkandung di dalamnya membuat para ulama dan peneliti sejarah Islam selalu tertarik untuk mengetahui secara pasti di mana dan dalam konteks apa **surah an nas di turunkan di kota** mana.

Dalam studi ilmu Al-Qur'an, khususnya ilmu Asbabul Nuzul (sebab turunnya ayat), sering kali terdapat perbedaan pendapat mengenai lokasi spesifik turunnya suatu surat, apakah di Mekkah (sebelum Hijrah) atau di Madinah (setelah Hijrah). Untuk Surah An-Nas, mayoritas ulama dan tinjauan sejarah mengklasifikasikannya sebagai surat Madaniyah. Namun, klasifikasi ini perlu ditelusuri lebih dalam terkait konteks penurunan surat perlindungan ini.

Status Surah An-Nas: Mekkiyah atau Madaniyah?

Secara umum, para mufassir terbagi dalam pandangan mengenai klasifikasi Surah An-Nas. Sebagian kecil riwayat menyebutkan bahwa Surah An-Nas dan Al-Falaq diturunkan di Mekkah. Namun, pandangan yang lebih kuat dan diterima secara luas adalah bahwa kedua surat ini diturunkan di Madinah. Argumentasi utama yang mendukung status Madaniyah berkaitan erat dengan sebab penurunannya.

Jika kita melihat konteks turunnya ayat, banyak surat Madaniyah yang berkaitan dengan isu-isu sosial, hukum, dan perlindungan komunitas Muslim yang telah membentuk negara di Madinah. Meskipun An-Nas berbicara tentang permohonan perlindungan universal, riwayat yang paling terkenal dan terkuat mengaitkannya dengan peristiwa yang terjadi ketika Rasulullah ﷺ telah berhijrah ke Madinah.

Konteks Penurunan: Perlindungan dari Sihir

Poin kunci yang sering dijadikan dasar penentuan **surah an nas di turunkan di kota** mana adalah riwayat mengenai penyebab turunnya. Beberapa hadis sahih menyebutkan bahwa Surah An-Nas bersama Al-Falaq turun sebagai respons terhadap gangguan sihir yang dialami oleh Nabi Muhammad ﷺ. Gangguan ini dilaporkan terjadi ketika Rasulullah ﷺ sedang sakit dan memerlukan perlindungan segera dari kejahatan yang tersembunyi.

Riwayat ini, yang populer dalam kitab-kitab tafsir klasik, menyebutkan bahwa gangguan sihir tersebut dilakukan oleh seorang Yahudi bernama Labid bin Al-A'sham. Karena peristiwa ini terjadi setelah Nabi Muhammad ﷺ menetap dan memimpin umat di Madinah, secara logis, penurunan surat perlindungan ini pun terjadi di kota Madinah, bukan Mekkah. Madinah saat itu adalah pusat pemerintahan Islam yang menghadapi berbagai ancaman, baik dari dalam maupun luar komunitas.

Makna Perlindungan di Kota Madinah

Penurunan surat yang fokus pada perlindungan dari bisikan jin dan manusia ("waswas"), khususnya di malam hari atau dalam kegelapan, sangat relevan dengan kondisi di Madinah. Di Madinah, umat Islam menghadapi ancaman nyata dari kaum munafik dan Yahudi yang mencoba memecah belah dari dalam, serta ancaman militer dari kaum Quraisy di luar kota.

Surah An-Nas memberikan formula spiritual yang sempurna: memohon perlindungan kepada Rabb Manusia (Allah), Al-Malik (Raja) Manusia, dan Al-Ilah (Sesembahan) Manusia, dari kejahatan tersembunyi, yaitu bisikan syaitan (jin dan manusia). Fakta bahwa Rasulullah ﷺ diperintahkan untuk membaca surat ini sebagai penawar sihir menegaskan bahwa **surah an nas di turunkan di kota** Madinah, pada fase ketika komunitas Muslim membutuhkan pembentengan spiritual yang kokoh menghadapi intrik musuh yang semakin terorganisir.

Kesimpulan Mengenai Lokasi

Meskipun perbedaan pendapat klasik selalu ada dalam penentuan Mekkiyah atau Madaniyah, berdasarkan riwayat Asbabul Nuzul yang paling kuat dan berkaitan dengan peristiwa spesifik (pengobatan Nabi dari sihir), kesimpulan yang paling didukung adalah bahwa Surah An-Nas diturunkan di kota Madinah. Kehadiran surat ini melengkapi pertahanan spiritual umat Islam saat mereka membangun fondasi negara dan menghadapi tantangan geopolitik pertama mereka setelah Hijrah. Surah ini menjadi penutup wahyu ilahi, sebuah benteng terakhir yang tak tertembus untuk setiap Muslim menghadapi kegelapan kejahatan.

Oleh karena itu, ketika kita merenungkan ayat-ayat ini, kita mengingat bagaimana Allah menyediakan perlindungan sempurna bagi Rasul-Nya di kota tempat risalah kenabian mencapai kedewasaan politik dan sosial.

🏠 Homepage