Surah An-Nisa, yang berarti "Wanita", adalah surah Madaniyyah yang diturunkan setelah hijrahnya Rasulullah SAW ke Madinah. Surah ini memiliki kedalaman makna yang luar biasa, mencakup berbagai aspek kehidupan seorang Muslim, mulai dari hubungan keluarga, hak-hak perempuan dan anak yatim, hingga tata kelola masyarakat dan peradilan. Ayat-ayat awal dari Surah An-Nisa, khususnya dari ayat 1 hingga 10, memberikan fondasi penting mengenai kewajiban dan tanggung jawab setiap individu dalam membangun tatanan sosial yang adil dan harmonis.
Ayat-ayat ini secara spesifik menekankan pentingnya menjaga hubungan silaturahmi, kepedulian terhadap kelompok rentan, serta kehati-hatian dalam mengelola harta. Memahami dan mengamalkan ajaran dalam ayat-ayat awal ini adalah langkah krusial bagi setiap Muslim untuk mewujudkan kehidupan yang berkah dan diridhai Allah SWT.
Ayat 1:
Ayat pertama ini adalah seruan universal kepada seluruh umat manusia. Allah SWT memerintahkan untuk senantiasa bertakwa, yaitu menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Dasar ketakwaan ini adalah pengakuan bahwa Allah adalah Sang Pencipta tunggal yang telah menciptakan manusia dari satu jiwa (Adam) dan kemudian menciptakan pasangannya (Hawa). Dari pasangan inilah kemudian berkembang biak manusia menjadi banyak. Ayat ini juga menegaskan pentingnya menjaga hubungan silaturahmi (hubungan kekerabatan) dan menggunakan nama Allah sebagai wasilah dalam berbagai urusan, menunjukkan betapa agung dan patutnya Allah untuk senantiasa diingat dan dimintai pertolongan.
Ayat 2-3: Urusan Yatim dan Pernikahan
Selanjutnya, Allah mengarahkan perhatian pada perlindungan anak yatim dan pengaturan pernikahan. Ayat 2 mengingatkan untuk menyerahkan harta anak yatim kepada mereka ketika telah dewasa, serta melarang keras untuk mencampuradukkan harta yang baik dengan yang buruk milik anak yatim dengan harta sendiri, apalagi memakannya. Ini menunjukkan betapa Islam sangat menjaga hak-hak anak yang kehilangan orang tua. Ayat 3 kemudian membahas mengenai pernikahan, khususnya mengenai kebolehan berpoligami (hingga empat istri) dengan syarat mampu berlaku adil. Namun, jika ada kekhawatiran tidak dapat berlaku adil, maka cukup dengan satu istri saja, atau wanita yang dimiliki. Hal ini ditekankan agar tidak terjadi kecenderungan menyimpang dari keadilan.
Ayat 4-7: Mahar Pernikahan, Harta Pusaka, dan Kehidupan Pasangan
Ayat 4 menekankan kewajiban memberikan mahar kepada istri sebagai tanda penghargaan dan hak mereka dalam pernikahan. Jika sang istri dengan rela hati memberikan sebagian maharnya kembali kepada suami, maka itu adalah hal yang diperbolehkan. Ayat 5 melanjutkan peringatan untuk tidak memberikan harta kepada orang yang belum cakap mengelolanya, namun tetap memberikan nafkah dan pakaian dari harta tersebut, serta berbicara dengan baik. Ayat 6 kembali mengingatkan untuk menguji kematangan anak yatim sebelum menyerahkan harta mereka, dan menekankan agar harta tersebut tidak dihabiskan dengan boros atau terburu-buru. Ada instruksi bagi yang kaya untuk menjaga diri dan bagi yang miskin untuk memakannya secara patut. Pencatatan transaksi dan saksi diperlukan demi kehati-hatian. Terakhir, ayat 7 memberikan penjelasan fundamental mengenai hak waris, yaitu bahwa baik laki-laki maupun perempuan memiliki hak bagian dari harta warisan orang tua dan kerabat, baik harta itu sedikit maupun banyak, sebagai bagian yang telah ditentukan.
Ayat 8:
Ayat 8 memberikan adab penting dalam pembagian warisan. Jika ada kerabat yang tidak berhak mendapat warisan, anak yatim, atau orang miskin yang turut hadir saat pembagian, maka dianjurkan untuk memberikan sebagian dari harta warisan tersebut kepada mereka sebagai bentuk kepedulian sosial dan silaturahmi. Serta ucapkanlah perkataan yang baik untuk menyenangkan hati mereka.
Ayat 9-10:
Ayat 9 adalah pengingat yang kuat bagi setiap orang untuk memikirkan nasib anak-anak mereka sendiri yang lemah jika ditinggal pergi. Dengan merasakan kekhawatiran tersebut, maka hendaknya mereka juga memiliki kekhawatiran yang sama terhadap anak-anak yatim yang memerlukan perlindungan. Allah memerintahkan untuk bertakwa dan berkata perkataan yang benar dalam urusan mereka. Ayat 10 adalah ancaman keras bagi mereka yang memakan harta anak yatim secara zalim. Allah SWT menegaskan bahwa tindakan tersebut sama saja dengan menelan api neraka ke dalam perut mereka, dan kelak mereka akan diazab di neraka yang menyala-nyala. Ini adalah peringatan tegas untuk tidak sekali-kali menyentuh atau memakan harta anak yatim secara tidak sah.
Secara keseluruhan, Surah An-Nisa ayat 1-10 memberikan panduan moral dan hukum yang fundamental. Ajaran-ajaran ini tidak hanya mengatur hubungan dalam keluarga, tetapi juga membentuk dasar-dasar keadilan sosial, kepedulian terhadap kaum lemah, serta pentingnya pengelolaan harta yang amanah. Mengamalkan nilai-nilai dalam ayat-ayat ini berarti membangun masyarakat yang kuat, adil, dan dilindungi oleh Allah SWT.