Ilustrasi: Keterhubungan dan pertumbuhan dalam keluarga
Agama Islam memandang keluarga sebagai unit fundamental masyarakat, tempat nilai-nilai luhur ditanamkan dan dibina. Salah satu sumber pedoman utama mengenai hal ini dapat kita temukan dalam awal Surat An Nisa, yang membahas tentang penciptaan manusia, hubungan kekerabatan, dan kewajiban terhadap orang-orang yang membutuhkan. Surat An Nisa, yang berarti "Wanita", memang memiliki fokus luas pada isu-isu keluarga dan sosial, namun ayat 1 hingga 4 memberikan fondasi yang kokoh dan menyeluruh. Memahami makna mendalam dari ayat-ayat ini sangat penting bagi setiap Muslim untuk membangun rumah tangga yang harmonis dan berkah.
"Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu." (QS. An Nisa: 1)
Ayat pertama ini memulai dengan mengingatkan umat manusia akan asal usul mereka yang tunggal, yaitu Adam 'alaihissalam, dan Hawa 'alaihissalam. Ini menegaskan kesetaraan fundamental antara laki-laki dan perempuan, serta pentingnya hubungan antara keduanya untuk kelangsungan umat manusia. Konsep penciptaan dari satu diri menekankan rasa persaudaraan universal dan saling ketergantungan. Lebih lanjut, ayat ini menggarisbawahi pentingnya takwa kepada Allah SWT, serta kewajiban untuk menjaga hubungan silaturrahim (kekeluargaan dan persaudaraan). Ini adalah pengingat bahwa setiap tindakan dan hubungan harus dilandasi oleh kesadaran akan pengawasan Allah SWT.
"Dan berikanlah kepada anak-anak yatim harta mereka, jangan kamu menukar hartamu dengan harta mereka dan jangan kamu memakan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan menukar itu adalah dosa yang besar." (QS. An Nisa: 2)
Melangkah ke ayat kedua, fokus bergeser pada tanggung jawab sosial, khususnya terhadap anak yatim. Islam sangat menekankan perlindungan dan kesejahteraan anak-anak yang telah kehilangan orang tua. Ayat ini memerintahkan untuk memberikan harta mereka ketika mereka telah mencapai usia dewasa dan mampu mengelolanya sendiri. Dilarang keras menukar harta mereka dengan harta orang lain yang lebih rendah nilainya, atau memakannya bersama-sama sebagai satu kesatuan. Ini menunjukkan betapa pentingnya menjaga hak-hak orang yang lemah dan tidak berdaya, serta melarang segala bentuk penzaliman terhadap mereka. Kehati-hatian dalam mengelola harta anak yatim adalah bentuk manifestasi ketakwaan dan keadilan.
"Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap perempuan-perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi dua, tiga atau empat. Tetapi jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berlaku aniaya." (QS. An Nisa: 3)
Ayat ketiga ini melanjutkan pembahasan mengenai keadilan dalam hubungan, khususnya dalam konteks pernikahan. Ayat ini memberikan panduan mengenai poligami, yang diperbolehkan hingga empat istri. Namun, ada syarat yang sangat berat di baliknya: kemampuan untuk berlaku adil. Keadilan di sini mencakup aspek materiil (nafkah, tempat tinggal, pakaian) maupun non-materiil (perlakuan, perhatian, rasa sayang). Jika seseorang merasa tidak mampu untuk berlaku adil kepada lebih dari satu istri, maka dianjurkan untuk menikah cukup dengan satu orang saja atau bahkan tidak menikah sama sekali jika memang ada kendala. Penekanan pada keadilan ini menjadi pilar penting dalam menjaga keharmonisan rumah tangga dan mencegah terjadinya penzaliman terhadap kaum wanita.
"Dan berikanlah kepada perempuan yang kamu nikahi, mas kawin mereka sebagai suatu pemberian. Tetapi jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari mas kawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) Hala-lannya itu." (QS. An Nisa: 4)
Ayat keempat ini berfokus pada pemberian mas kawin (mahar) kepada istri. Mahar adalah hak istri yang wajib diberikan oleh suami sebagai tanda penghargaan dan keseriusan dalam pernikahan. Ayat ini memerintahkan agar mas kawin tersebut diberikan secara penuh dan tulus. Namun, ayat ini juga membuka peluang bagi istri untuk dengan sukarela memberikan sebagian atau seluruh mas kawinnya kembali kepada suami. Tindakan sukarela ini adalah sesuatu yang diperbolehkan dan halal untuk dinikmati oleh suami. Ini menunjukkan penghargaan Islam terhadap hak dan kebebasan perempuan dalam mengatur harta miliknya sendiri.
Secara keseluruhan, empat ayat pertama Surat An Nisa ini memberikan gambaran komprehensif tentang fondasi keluarga yang Islami. Mulai dari pengingat akan asal usul penciptaan dan pentingnya takwa, tanggung jawab terhadap anak yatim, keadilan dalam pernikahan, hingga hak dan kewajiban dalam mas kawin. Ayat-ayat ini bukan sekadar aturan, melainkan panduan hidup yang bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang adil, harmonis, dan penuh kasih sayang, berawal dari unit terkecil yaitu keluarga. Memahami dan mengamalkan ajaran dalam ayat-ayat ini merupakan langkah krusial bagi setiap Muslim dalam membangun rumah tangga yang diridhai Allah SWT.