Visualisasi abstrak tentang keadilan dan keyakinan.
Dalam lautan Al-Qur'an yang tak bertepi, terdapat permata-permata hikmah yang terus menerangi jalan umat manusia. Salah satu cahaya tersebut terpancar dari Surat An Nisa ayat 126, sebuah ayat yang mengandung makna mendalam tentang keadilan, keyakinan, dan penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah SWT. Ayat ini memberikan panduan fundamental bagi setiap Muslim dalam menjalani kehidupan, terutama ketika berhadapan dengan urusan-urusan duniawi yang kompleks.
"Dan kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan segala apa yang ada di bumi. Dan sungguh, Kami telah memerintahkan kepada orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan (juga) kepadamu; bertakwalah kepada Allah. Tetapi jika kamu kafir, maka ketahuilah, kepunyaan Allah-lah segala yang ada di langit dan segala yang ada di bumi. Dan Allah Maha Kaya, Maha Terpuji."
Ayat ini diawali dengan pengakuan universal tentang kepemilikan Allah SWT atas segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi. Pernyataan ini bukan sekadar penegasan kuasa, melainkan juga sebuah pengingat fundamental tentang kebesaran Sang Pencipta. Segala sumber daya, segala kekuasaan, segala eksistensi, berujung pada satu titik: Allah. Hal ini menyiratkan bahwa segala urusan yang kita hadapi, baik yang besar maupun kecil, berada dalam genggaman dan pengaturan-Nya.
Dalam konteks keadilan, pemahaman akan kekuasaan mutlak Allah ini menjadi landasan yang kokoh. Ketika kita berusaha menegakkan keadilan, kita tahu bahwa kita bertindak di bawah pengawasan-Nya dan bahwa keadilan sejati hanya dapat terwujud dengan merujuk pada hukum-Nya. Ayat ini membebaskan kita dari ketergantungan pada kekuatan makhluk yang terbatas dan mengarahkan hati kita untuk bersandar pada Zat yang Mahakuasa dan Mahatahu.
Selanjutnya, ayat ini menyampaikan sebuah perintah yang bersifat universal, lintas zaman dan lintas umat: "bertakwalah kepada Allah." Perintah ini ditujukan kepada orang-orang yang telah diberi kitab suci sebelumnya (seperti Yahudi dan Nasrani) dan juga kepada umat Nabi Muhammad SAW. Ini menunjukkan bahwa takwa, yaitu kesadaran diri yang selalu merasa diawasi oleh Allah dan berusaha menjalankan perintah-Nya serta menjauhi larangan-Nya, adalah inti dari segala ajaran para nabi.
Takwa bukan sekadar formalitas ibadah, melainkan sebuah prinsip hidup yang harus tertanam dalam setiap tindakan, terutama dalam hal muamalah (interaksi sosial) dan penegakan keadilan. Ketika kita memutuskan sebuah perkara, ketika kita berinteraksi dengan sesama, dan ketika kita berhadapan dengan ketidakadilan, takwa adalah kompas moral yang akan membimbing kita. Ia mendorong kita untuk berlaku jujur, adil, tidak memihak, dan senantiasa mencari keridhaan Allah.
Menegakkan keadilan, dalam pandangan Islam, seringkali memerlukan pengorbanan, keberanian, dan kemampuan untuk melawan arus. Tanpa landasan takwa yang kuat, sangat mudah bagi seseorang untuk goyah oleh tekanan, godaan, atau kepentingan pribadi. Ayat An Nisa ayat 126 mengingatkan kita bahwa sumber kekuatan sejati untuk menghadapi semua ini adalah ketaatan kita kepada Allah.
Ayat ini juga secara tegas menyebutkan konsekuensi dari kekufuran: "Tetapi jika kamu kafir, maka ketahuilah, kepunyaan Allah-lah segala yang ada di langit dan segala yang ada di bumi." Penegasan ulang akan kepemilikan Allah ini berfungsi untuk menunjukkan bahwa kekufuran manusia tidak akan mengurangi atau menambah sedikit pun dari kekuasaan dan kebesaran-Nya.
Allah SWT tidak membutuhkan ketaatan kita. Ketaatan kita justru bermanfaat bagi diri kita sendiri. Sebaliknya, kekufuran dan kemaksiatan kita tidak akan merugikan Allah sedikit pun. Sifat Allah yang "Maha Kaya" (Ghaniyy) menunjukkan bahwa Dia tidak bergantung pada siapapun atau apapun. Sementara sifat "Maha Terpuji" (Hamid) menegaskan bahwa segala tindakan dan keputusan-Nya adalah terpuji dan penuh hikmah.
Pemahaman ini sangat penting dalam konteks keadilan. Ketika kita menyaksikan ketidakadilan merajalela atau ketika upaya kita untuk menegakkan kebenaran tampaknya menemui jalan buntu, kita diingatkan bahwa Allah Maha Melihat dan Maha Kuasa. Dia tidak akan pernah luput dari perbuatan buruk, dan Dia memiliki rencana-Nya sendiri yang tidak dapat kita pahami sepenuhnya. Keyakinan ini memberikan kekuatan batin dan kesabaran dalam menghadapi ujian.
Surat An Nisa ayat 126 memiliki implikasi yang luas dalam kehidupan seorang Muslim:
Dengan merenungkan dan mengamalkan makna Surat An Nisa ayat 126, seorang Muslim diharapkan dapat menavigasi kehidupannya dengan lebih bijaksana, teguh dalam prinsip keadilan, dan senantiasa bersandar pada kekuatan serta kebijaksanaan Allah SWT, Tuhan semesta alam. Keadilan yang hakiki adalah keadilan yang bersumber dari Ilahi.