Visualisasi konseptual terkait Yesus dalam perspektif Islam.
Dalam ajaran Islam, Yesus, atau yang dikenal sebagai Isa Al-Masih (عيسى المسيح), memiliki kedudukan yang sangat istimewa. Al-Qur'an, kitab suci umat Islam, membahas tentang pribadi Yesus secara rinci, terutama dalam Surat An-Nisa (Surat Para Wanita). Surat An-Nisa, yang merupakan salah satu surat Madaniyah, banyak memuat hukum-hukum dan panduan moral bagi kehidupan Muslim. Di dalamnya, terdapat ayat-ayat yang secara spesifik menjelaskan mengenai kelahiran, mukjizat, dan peran kenabian Isa Al-Masih.
Ayat-ayat kunci mengenai Yesus dalam Surat An-Nisa memberikan landasan teologis penting bagi umat Islam. Pertama, kelahiran Yesus yang ajaib tanpa ayah biologis merupakan salah satu bukti kekuasaan Allah SWT. Al-Qur'an menegaskan bahwa penciptaan Adam dan Hawa juga terjadi tanpa ayah dan ibu, sebagaimana dinyatakan dalam Surat An-Nisa ayat 3:
"Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap perempuan-perempuan yatim, maka nikahilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi dua, tiga atau empat. Tetapi jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya."
Meskipun ayat ini lebih fokus pada aturan pernikahan, konteks turunnya ayat-ayat sebelumnya dan setelahnya seringkali berkaitan dengan keesaan Allah dan keragaman ciptaan-Nya. Namun, yang lebih relevan dengan Yesus dalam An-Nisa adalah pemahamannya sebagai nabi utusan Allah yang dilahirkan dari seorang ibu yang suci, Maryam. Al-Qur'an secara tegas menyatakan bahwa Yesus adalah hamba Allah dan rasul-Nya, bukan anak Tuhan, sebagaimana yang sering disalahpahami oleh sebagian kalangan. Hal ini tertuang dalam beberapa ayat, termasuk yang menggarisbawahi keesaan Allah dan sifat kemanusiaan para nabi.
Surat An-Nisa juga menyoroti mukjizat-mukjizat yang diberikan Allah kepada Isa Al-Masih. Kemampuannya berbicara sejak dalam buaian, menyembuhkan orang buta sejak lahir dan penderita kusta, serta menghidupkan orang mati atas izin Allah, semuanya adalah tanda-tanda kenabiannya dan kebesaran Tuhan. Mukjizat-mukjizat ini diceritakan untuk menegaskan bahwa Isa Al-Masih adalah utusan Allah yang membawa kebenaran dan petunjuk, bukan sebagai entitas ilahi yang setara dengan Tuhan.
Penting untuk dipahami bahwa perspektif Islam terhadap Yesus sangat berbeda dengan keyakinan Kristen. Islam mengkategorikan Yesus sebagai salah satu dari lima nabi ulul azmi, yaitu para nabi yang memiliki ketabahan luar biasa dalam berdakwah. Ia adalah seorang nabi yang dihormati, pembawa kitab suci Injil (Al-Injil), dan diutus untuk kaum Bani Israil. Namun, pandangan Islam menolak konsep Trinitas dan ketuhanan Yesus. Al-Qur'an berulang kali menegaskan bahwa tidak ada ilah selain Allah Yang Esa, dan bahwa Isa Al-Masih adalah manusia yang dipilih Allah untuk menyampaikan risalah-Nya.
Dalam Surat An-Nisa, terdapat ayat yang secara implisit namun tegas menolak klaim ketuhanan Yesus. Allah SWT berfirman kepada Isa Al-Masih pada Hari Kiamat, seperti yang disebutkan dalam beberapa tafsir dari ayat-ayat dalam surat ini dan surat lainnya: "Wahai Isa putra Maryam, apakah kamu yang mengatakan kepada manusia, 'Jadikanlah aku dan ibuku dua ilah selain Allah?'" Isa menjawab, "Mahasuci Engkau, tidak patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku. Jika aku mengatakan demikian, tentu Engkau mengetahuinya. Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku, sedangkan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri Engkau. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui segala yang gaib."
Pandangan ini menekankan bahwa Isa Al-Masih adalah seorang hamba yang tunduk sepenuhnya kepada Allah. Ia tidak memiliki kekuatan untuk menciptakan atau mengendalikan apapun di luar apa yang diizinkan oleh Allah. Pengakuan ini secara definitive membedakan posisi Isa Al-Masih dalam Islam dengan posisinya dalam teologi Kristen.
Lebih lanjut, Surat An-Nisa, melalui ayat-ayatnya yang beragam, juga membahas mengenai status orang-orang yang memiliki keyakinan berbeda. Terhadap kaum Ahli Kitab (termasuk Yahudi dan Kristen), Islam memiliki aturan dan pandangan tersendiri. Namun, penghormatan terhadap nabi-nabi terdahulu, termasuk Isa Al-Masih, tetap menjadi bagian integral dari akidah Islam. Kesamaan ini terletak pada pengakuan atas kenabian Isa Al-Masih dan mukjizat-mukjizatnya, serta pengakuan atas keutamaan ibunya, Maryam, sebagai salah satu wanita paling mulia.
Kesimpulannya, Surat An-Nisa memberikan perspektif Islam yang unik dan komprehensif mengenai Isa Al-Masih. Ia diakui sebagai nabi yang mulia, dilahirkan dari perawan Maryam melalui kehendak ilahi, dan dianugerahi mukjizat luar biasa. Namun, esensinya adalah sebagai hamba dan rasul Allah, bukan sebagai bagian dari Tuhan atau Tuhan itu sendiri. Pemahaman ini sangat penting bagi umat Islam dalam membedakan antara ajaran Islam dan keyakinan lain, sambil tetap menjunjung tinggi para nabi yang diutus oleh Allah SWT.