Dalam rangkaian surah-surah pendek penutup Al-Qur'an, terdapat tiga surat yang sering disebut sebagai 'Tiga Qul' terakhir (Al-Ikhlas, Al-Falaq, dan An-Nas). Surat An-Nas, yang merupakan penutup wahyu, memiliki kaitan erat dengan surat sebelumnya, yaitu Al-Falaq. Memahami konteks dan ajaran dalam surat sebelum An-Nas (yakni Al-Falaq) memberikan landasan kuat bagi seorang Muslim dalam memohon perlindungan Ilahi.
Surat Al-Falaq (Surah ke-113) diturunkan untuk memberikan jawaban atas gangguan dan sihir yang dialami oleh Nabi Muhammad SAW pada masa awal dakwahnya. Secara etimologis, "Al-Falaq" berarti "waktu fajar" atau "celah". Surat ini adalah permohonan perlindungan universal dari kejahatan yang tampak maupun tersembunyi yang muncul dari kegelapan malam hingga terbitnya fajar.
Tiga Jenis Kejahatan dalam Al-Falaq
Surat Al-Falaq memerintahkan kita untuk berlindung kepada Tuhan, Sang Pemilik Fajar, dari tiga kategori kejahatan utama yang disebutkan dalam ayat-ayatnya. Pemahaman mendalam terhadap poin-poin ini memperkuat relevansi surat ini, bahkan ketika kita beralih ke fokus surat An-Nas.
1. Kejahatan Malam yang Menyebar (Min Syarri Ghāsiqin Idhā Waqab)
Ini merujuk pada kejahatan yang paling menakutkan karena terjadi saat cahaya hilang. Malam hari sering dikaitkan dengan ketakutan, bahaya yang tidak terlihat, dan aktivitas negatif. Perlindungan di sini adalah meminta penjagaan Allah SWT saat kita berada dalam kondisi paling rentan, yakni ketika kegelapan menutupi segalanya. Perlindungan ini meluas dari bahaya fisik hingga gangguan spiritual yang aktif di malam hari.
2. Kejahatan Para Penyihir Wanita (Min Syarri an-Naffāthāti fī al-Uqad)
Ayat ini secara spesifik menyebutkan ancaman dari mereka yang meniup-niupkan mantra pada buhul atau ikatan (simpul). Ini adalah rujukan eksplisit terhadap praktik sihir atau tenung. Walaupun konteksnya spesifik pada wanita penyihir, secara umum ini mencakup segala bentuk tipu daya spiritual yang bertujuan merusak tatanan kehidupan melalui metode gaib. Surat ini mengajarkan bahwa kekuatan sihir, betapapun kuatnya, selalu berada di bawah kuasa Tuhan Pemilik Fajar.
3. Kejahatan Pendengki Saat Dengki (Min Syarri Hāsidin Idhā Hasad)
Ini adalah ancaman yang sering kali paling sulit dikenali karena datang dari sesama manusia yang tampak dekat. Hasad (dengki) adalah penyakit hati yang mendorong seseorang menginginkan hilangnya nikmat yang dimiliki orang lain. Dampaknya bisa berupa fitnah, sabotase, atau bahkan doa buruk. Surat ini mengajarkan bahwa iri hati manusia adalah sumber bahaya yang nyata dan harus dilawan dengan memohon perlindungan yang lebih besar.
Koneksi Logis Menuju An-Nas
Mengapa Al-Falaq diletakkan tepat sebelum An-Nas? Kedua surat ini, bersama Al-Ikhlas, membentuk benteng pertahanan spiritual. Jika Al-Falaq fokus pada perlindungan dari kejahatan eksternal yang disebabkan oleh waktu (malam) dan tindakan sihir/dengki, maka surat An-Nas melengkapi perlindungan tersebut dengan fokus pada sumber kejahatan yang paling halus dan berbahaya: bisikan jahat yang berasal dari dalam diri manusia dan jin.
Al-Falaq mengajarkan kita untuk meminta perlindungan dari penyebab kejahatan (seperti malam dan pendengki), sementara An-Nas mengajarkan kita untuk berlindung dari pelaku kejahatan itu sendiri, yaitu setan (waswas) yang bersembunyi di dada. Keduanya adalah lapisan pertahanan yang saling melengkapi. Setelah memohon perlindungan dari bahaya fisik dan sihir di malam hari (Al-Falaq), seorang mukmin kemudian memohon perlindungan dari godaan batin yang dapat merusak keimanan (An-Nas).
Kesimpulan
Surat Al-Falaq berfungsi sebagai pelindung kosmik dan spiritual yang mencakup spektrum ancaman dari yang tersembunyi di malam hari hingga iri hati sesama manusia. Membaca surat sebelum An-Nas ini bukan sekadar rutinitas, melainkan penegasan keyakinan bahwa hanya Pencipta Fajar yang memiliki otoritas mutlak untuk menyingkirkan segala macam keburukan. Perlindungan ini menjadi fondasi kokoh sebelum seorang Muslim berlindung sepenuhnya dari godaan waswas dalam surat penutup, An-Nas.