"Bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa..." (QS. Al Imran: 102) "...dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam." (QS. Al Imran: 102) "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan takwa yang sebenar-benarnya..." (QS. Al Imran: 102)

Menyelami Makna Keutamaan Bertakwa dan Berpegang Teguh pada Ajaran Islam: Pelajaran dari Surah Al Imran Ayat 102-104

Dalam setiap lembaran Al-Qur'an terdapat mutiara-mutiara hikmah yang senantiasa relevan untuk direnungi dan diamalkan oleh umat manusia. Surah Al Imran, sebagai salah satu surah Madaniyah yang kaya akan ajaran, menyimpan ayat-ayat yang memberikan panduan fundamental bagi kaum beriman. Di antara ayat-ayat tersebut, terdapat rangkaian ayat 102 hingga 104 yang secara khusus menyerukan dua pilar utama dalam kehidupan seorang Muslim: ketakwaan yang sebenar-benarnya dan kematian dalam keadaan Islam. Ayat-ayat ini bukan sekadar seruan, melainkan sebuah fondasi yang membentuk karakter dan tujuan hidup setiap mukmin.

QS. Al Imran ayat 102 mengawali seruan penting ini dengan firman Allah SWT: "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan takwa yang sebenar-benarnya dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam." Ayat ini secara tegas memerintahkan kaum beriman untuk memelihara ketakwaan. Kata "takwa" sendiri berasal dari akar kata 'wiqayah' yang berarti menjaga atau melindungi. Ketakwaan yang sebenar-benarnya bukanlah sekadar formalitas atau pengakuan lisan, melainkan sebuah kesadaran mendalam akan kebesaran Allah SWT dan keinginan kuat untuk senantiasa menjalankan perintah-Nya serta menjauhi larangan-Nya. Ini adalah sebuah upaya berkelanjutan untuk menjaga diri dari murka dan siksa-Nya dengan senantiasa berorientasi pada keridaan-Nya.

Lebih lanjut, ayat ini memberikan penekanan krusial pada kondisi akhir kehidupan: "dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam." Seruan ini menunjukkan betapa pentingnya menjaga keislaman hingga akhir hayat. Kehidupan di dunia ini adalah sebuah perjalanan singkat, dan yang terpenting adalah bagaimana kita mengakhirinya. Meninggal dalam keadaan beragama Islam berarti meninggal dalam keadaan tunduk, patuh, dan meyakini keesaan Allah serta risalah para nabi-Nya, khususnya Nabi Muhammad SAW. Ini adalah sebuah harapan terbesar setiap Muslim, sebuah anugerah yang tak ternilai harganya.

Selanjutnya, QS. Al Imran ayat 103 mengingatkan kita tentang pentingnya persatuan dan jangan sampai melupakan nikmat Allah: "Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara." Ayat ini datang sebagai pelengkap dari dua perintah sebelumnya. Ketakwaan dan kematian dalam Islam akan lebih kokoh jika dibarengi dengan semangat persatuan di antara sesama Muslim. "Tali (agama) Allah" di sini dapat diartikan sebagai Al-Qur'an dan As-Sunnah, yang merupakan sumber petunjuk abadi. Umat Islam diperintahkan untuk berpegang teguh pada keduanya, menjadikannya panduan hidup agar tidak tersesat dan terpecah belah. Sejarah menunjukkan betapa rentannya umat ketika kehilangan persatuan. Allah SWT mengingatkan kembali momen kejayaan di masa lalu ketika perselisihan dan permusuhan merajalela di jazirah Arab, namun dengan datangnya Islam dan rahmat Allah, hati mereka disatukan, menciptakan ikatan persaudaraan yang kuat.

QS. Al Imran ayat 104 melanjutkan anjuran ini dengan seruan untuk membentuk umat yang ideal: "Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang mungkar; mereka itulah orang-orang yang beruntung." Ayat ini menekankan kewajiban kolektif bagi umat Islam untuk mengorganisir diri dalam sebuah gerakan dakwah yang positif. Terdapat sebuah komponen penting dalam ajaran Islam, yaitu adanya "segolongan umat" yang secara aktif menjalankan amar ma'ruf nahi munkar. Ini bukan tugas individu semata, melainkan sebuah upaya komunal. Menyeru kepada kebajikan berarti mengajak manusia kepada kebaikan, termasuk nilai-nilai moral, etika, dan tuntunan agama. Menyuruh kepada yang ma'ruf adalah mendorong perbuatan baik yang sesuai dengan syariat. Sementara itu, mencegah dari yang mungkar adalah berusaha menghentikan atau mengurangi kemaksiatan dan keburukan.

Golongan yang mengemban tugas mulia ini adalah mereka yang dipuji Allah sebagai orang-orang yang beruntung. Keberuntungan di sini bukanlah sekadar kesuksesan duniawi, melainkan keberuntungan abadi di akhirat kelak. Mereka yang ikhlas dalam menjalankan dakwah, dengan hikmah dan metode yang baik, akan meraih kebahagiaan hakiki. Ini adalah sebuah panggilan untuk menjadi agen perubahan yang positif di tengah masyarakat, senantiasa berupaya menciptakan lingkungan yang kondusif bagi terciptanya ketakwaan dan terwujudnya kehidupan sesuai ajaran Islam.

Secara keseluruhan, ayat 102-104 dari Surah Al Imran memberikan pelajaran yang mendalam. Pertama, perlunya memupuk ketakwaan sejati, yaitu kesadaran akan Allah yang mendorong ketaatan mutlak. Kedua, pentingnya menjaga agar kematian kita husnul khatimah, dalam keadaan memeluk agama Islam. Ketiga, seruan untuk berpegang teguh pada tali Allah dan menjaga persatuan umat. Keempat, kewajiban membentuk umat yang senantiasa menyeru kebaikan dan mencegah kemungkaran. Keempat pilar ini saling terkait dan merupakan fondasi kokoh bagi seorang Muslim dalam menjalani kehidupan dunia dan meraih kebahagiaan akhirat. Memahami dan mengamalkan kandungan ayat-ayat ini adalah langkah awal menuju pribadi Muslim yang utuh, bermanfaat bagi diri sendiri dan masyarakat, serta senantiasa dalam naungan keridaan Allah SWT.

🏠 Homepage