Dalam lautan ajaran Islam yang kaya akan panduan moral dan etika, terdapat ayat-ayat Al-Qur'an yang memberikan petunjuk spesifik mengenai interaksi umat Muslim dengan pihak lain. Salah satu ayat yang sering menjadi sorotan dalam pembahasan mengenai hubungan sosial dan ukhuwah (persaudaraan) adalah Ali Imran ayat 118. Ayat ini memberikan peringatan keras kepada orang-orang beriman mengenai jenis hubungan yang perlu dijaga dan dibatasi, khususnya dalam memilih orang untuk dijadikan lingkaran dalam atau orang kepercayaan.
Ayat Al-Qur'an Surah Ali Imran ayat 118 berbunyi: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil menjadi teman kepercayaan orang-orang yang di luar kalanganmu (saat mereka tampak bersikap baik padamu), karena mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkanmu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang tersembunyi di hati mereka lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, jika kamu memahaminya."
Secara ringkas, ayat ini melarang umat Muslim untuk menjadikan orang-orang yang bukan dari kalangan mereka sebagai bithanah (teman kepercayaan, orang dekat, penasihat). Istilah bithanah di sini merujuk pada orang yang memiliki akses informasi yang mendalam, yang mampu mempengaruhi keputusan, dan yang dipercaya untuk menyimpan rahasia. Larangan ini bukan berarti Islam mengajarkan permusuhan atau isolasi sosial terhadap semua non-Muslim. Namun, ia menekankan pentingnya kehati-hatian dalam memilih siapa yang diberi kepercayaan penuh, terutama ketika orang tersebut memiliki latar belakang keyakinan, nilai, atau kepentingan yang berbeda secara fundamental.
Al-Qur'an dalam ayat ini menjelaskan alasan di balik larangan tersebut. Pertama, mereka yang bukan dari kalangan Muslim (dalam konteks ayat ini) tidak akan segan-segan menimbulkan kerugian atau kesusahan bagi umat Muslim. Kedua, mereka merasa senang dan bahagia ketika umat Muslim mengalami kesulitan atau kesengsaraan. Ketiga, kebencian mereka terhadap umat Muslim telah terlihat jelas dari ucapan-ucapan mereka, dan bahkan apa yang tersembunyi di dalam hati mereka lebih besar lagi daripada yang terlihat.
Ini adalah peringatan yang gamblang mengenai potensi motif tersembunyi dan niat buruk yang mungkin dimiliki oleh sebagian orang dari luar lingkaran persaudaraan Muslim. Bukan untuk mendiskreditkan semua individu, tetapi untuk membangun kesadaran kolektif umat Muslim agar tidak mudah terlena oleh penampilan luar semata, dan agar lebih bijak dalam menentukan siapa yang pantas untuk diberikan kepercayaan penuh dalam urusan-urusan penting yang menyangkut kepentingan umat.
Ayat ini mengajarkan pentingnya menjaga prinsip dan identitas keislaman dalam berinteraksi. Ini bukan tentang xenofobia, melainkan tentang menjaga diri dari potensi ancaman dan manipulasi yang mungkin timbul dari hubungan yang terlalu akrab dengan pihak yang memiliki agenda berbeda.
Para ulama tafsir menjelaskan bahwa larangan ini berlaku ketika memang terbukti ada permusuhan, kebencian, dan keinginan untuk merusak dari pihak luar tersebut. Jika seseorang dari non-Muslim menunjukkan sikap tulus, kejujuran, dan tidak ada niat buruk, maka interaksi normal, pergaulan baik, dan bahkan kerja sama yang saling menguntungkan diperbolehkan, asalkan tidak mengkompromikan prinsip-prinsip akidah dan moral Islam.
Implikasi dari Al Imran 118 adalah pentingnya seorang Muslim untuk memiliki basirah (pandangan yang tajam) dalam memilah dan memilih sahabat, penasihat, atau mitra kerja. Ini berarti senantiasa menguji kesetiaan, kejujuran, dan niat baik seseorang sebelum memberikan akses penuh terhadap informasi penting atau kepercayaan dalam hal-hal yang sensitif.
Dalam konteks sosial dan politik kontemporer, ayat ini dapat menjadi pengingat bagi umat Muslim untuk tetap waspada terhadap pengaruh luar yang dapat merusak persatuan dan akidah mereka. Namun, kewaspadaan ini harus selalu dibarengi dengan kebijaksanaan agar tidak terjebak dalam sikap eksklusivitas yang berlebihan atau prasangka buruk terhadap seluruh kelompok yang berbeda. Kunci utamanya adalah keseimbangan antara keterbukaan pergaulan dan kehati-hatian dalam memberikan kepercayaan.
Pemahaman yang benar terhadap Ali Imran 118 akan membantu umat Muslim untuk membangun hubungan yang sehat, saling menghormati, namun tetap menjaga benteng pertahanan diri dari segala potensi kemudharatan yang mungkin datang dari pihak-pihak yang memiliki niat tidak baik. Ini adalah pelajaran tentang kearifan dalam bergaul, sebuah prinsip penting dalam menjaga keutuhan diri dan komunitas Muslim.