Dalam Al-Qur'an, kisah para nabi dan orang-orang saleh seringkali menjadi sumber pelajaran dan inspirasi tak ternilai. Salah satu kisah yang sarat makna adalah yang termaktub dalam Surat Ali Imran, khususnya pada ayat 35 hingga 37. Ayat-ayat ini menceritakan tentang permulaan kehidupan Maryam binti Imran, seorang perempuan yang kelak akan melahirkan Nabi Isa Al-Masih, dan bagaimana ia dibesarkan dalam lingkungan yang saleh dan penuh keberkahan. Memahami konteks dan pesan dari rangkaian ayat ini dapat memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang keutamaan ibadah, ketakwaan, dan perlindungan Allah SWT.
Ayat 35 Surat Ali Imran mengawali kisah ini dengan ucapan seorang wanita dari keluarga Imran, yang dalam tafsir banyak ulama diidentifikasi sebagai Hannah binti Faqudh, ibu dari Maryam. Ia mengungkapkan niatnya untuk menazarkan (mempersaksikan janji kepada Allah) anak yang dikandungnya untuk sepenuhnya mengabdi di bait suci (masjid). Frasa "inî nadhertu laka mâ fî bathnî muḥarraran" menunjukkan keseriusan dan ketulusan hatinya. Ia memohon agar Allah menerima nazarnya dan memahami bahwa pengabdian ini bukan sekadar kewajiban, melainkan sebuah bentuk penyerahan diri total kepada Sang Pencipta.
إِذْ قَالَتِ امْرَأَتُ عِمْرَانَ رَبِّ إِنِّي نَذَرْتُ لَكَ مَا فِي بَطْنِي مُحَرَّرًا فَتَقَبَّلْ مِنِّي ۖ إِنَّكَ أَنتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
(Ingatlah) ketika istri Imran berkata, "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku bernazar kepada-Mu (memerdekakan) apa yang ada di dalam kandunganku untuk berkhidmat (di bait suci), maka terimalah (nazar) itu dariku. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS. Ali Imran: 35)
Kisah ini menekankan pentingnya niat yang ikhlas dalam setiap ibadah dan pengabdian. Wanita saleh ini memahami bahwa Allah SWT adalah Tuhan yang Maha Mendengar segala doa dan Maha Mengetahui segala sesuatu. Ia tidak ragu untuk mengungkapkan keinginan terdalamnya, yaitu agar keturunannya dapat menjadi bagian dari pelayanan di rumah Allah. Ini mengajarkan kita bahwa bahkan sebelum anak tersebut lahir, orang tuanya telah menanamkan nilai-nilai spiritual dan mempersiapkannya untuk tujuan yang mulia.
Ketika wanita tersebut melahirkan, ia mendapati bahwa yang lahir adalah seorang anak perempuan, padahal ia berharap anaknya adalah laki-laki yang lebih leluasa untuk mengabdi di bait suci secara fisik. Namun, ia tetap bersyukur dan menerima ketetapan Allah. Inilah puncak keimanan dan ketawakkalan. Di ayat 36, ia berkata, "Rabbî wadha'tuhâ untsâ, wallâhu a'lamu bimâ wadha'at." (Ya Tuhanku, sesungguhnya aku melahirkannya seorang anak perempuan; dan Allah lebih mengetahui apa yang dilahirkannya). Pernyataan ini bukanlah kekecewaan, melainkan pengakuan atas kehendak ilahi dan keyakinan bahwa Allah memiliki rencana terbaik.
فَلَمَّا وَضَعَتْهَا قَالَتْ رَبِّ إِنِّي وَضَعْتُهَا أُنثَىٰ وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا وَضَعَتْ وَلَيْسَ الذَّكَرُ كَالْأُنثَىٰ ۖ وَإِنِّي سَمَّيْتُهَا مَرْيَمَ وَإِنِّي أُعِيذُهَا بِكَ وَذُرِّيَّتَهَا مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
Maka ketika dia (istri Imran) melahirkannya, dia berkata, "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku melahirkannya seorang anak perempuan; dan Allah lebih mengetahui apa yang dilahirkannya itu, dan seorang laki-laki tidaklah sama dengan perempuan. Sesungguhnya aku telah menamai dia Maryam dan aku memohon perlindungan-Mu bagi dia dan anak cucunya dari (gangguan) setan yang terkutuk." (QS. Ali Imran: 36)
Ayat ini mengandung beberapa pelajaran penting: pertama, penerimaan takdir Allah, bahkan ketika hasilnya berbeda dari harapan manusia. Kedua, pengakuan bahwa tidak ada yang menyamai kebijaksanaan Allah dalam menciptakan segala sesuatu, termasuk perbedaan gender. Ketiga, pemberian nama yang baik dan permohonan perlindungan kepada Allah. Pemberian nama "Maryam" oleh ibunya sendiri menunjukkan kasih sayang dan harapan yang tinggi terhadap anaknya. Doa memohon perlindungan dari setan bagi Maryam dan keturunannya adalah ikhtiar spiritual yang sangat mendalam, menunjukkan kesadaran akan adanya musuh tersembunyi yang senantiasa berusaha menyesatkan manusia.
Ayat terakhir dalam rangkaian ini, ayat 37, menggambarkan bagaimana permohonan doa dari istri Imran diterima dengan baik oleh Allah SWT. Allah SWT menerima Maryam dengan penerimaan yang baik (taqabbalahâ Rabbuhâ bi-taqabbalin ḥasanan) dan memeliharanya dengan pemeliharaan yang baik (wa anbat’ahâ nabâtan ḥasanan). Allah SWT menumbuhkannya (secara fisik dan spiritual) dengan pertumbuhan yang baik. Selanjutnya, Allah SWT juga menundukkan Zakariya untuk mengasuhnya. Zakariya adalah seorang nabi yang menjadi kerabat Maryam. Ini adalah bukti nyata bahwa doa orang tua yang tulus dan iman yang kuat akan senantiasa dijawab dan dikabulkan oleh Allah SWT dengan cara-cara yang tidak terduga.
فَتَقَبَّلَهَا رَبُّهَا بِقَبُولٍ حَسَنٍ وَأَنبَتَهَا نَبَاتًا حَسَنًا وَكَفَّلَهَا زَكَرِيَّا ۖ كُلَّمَا دَخَلَ عَلَيْهَا زَكَرِيَّا الْمِحْرَابَ وَجَدَ عِندَهَا رِزْقًا ۖ قَالَ يَا مَرْيَمُ أَنَّىٰ لَكِ هَٰذَا ۖ قَالَتْ هُوَ مِنْ عِندِ اللَّهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ يَرْزُقُ مَن يَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ
Maka Tuhannya Maha Penerima (taubat) menerima dia (Maryam) dengan penerimaan yang baik, dan memeliharanya dengan pemeliharaan yang baik. Dan Allah memelihara Zakariya, setiap kali Zakariya masuk (menemui)nya di mihrab, dia mendapati makanan di sisinya. Dia (Zakariya) berkata, "Wahai Maryam! Dari mana engkau memperoleh (makanan) ini?" Maryam menjawab, "Ini dari Allah." Sesungguhnya Allah memberikan rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki tanpa perhitungan." (QS. Ali Imran: 37)
Peristiwa di mihrab (tempat ibadah khusus di masjid) di mana Zakariya menemukan rezeki yang tak terduga di sisi Maryam, yang kemudian diakui Maryam sebagai anugerah dari Allah, adalah simbol kuat dari kekuasaan dan kemurahan ilahi. Ini mengajarkan bahwa Allah SWT mampu memberikan rezeki dan pertolongan kepada hamba-Nya yang taat dan bertakwa, bahkan di luar nalar manusia. Maryam, yang sejak awal dikhususkan untuk beribadah, tumbuh menjadi pribadi yang sangat dekat dengan Allah dan senantiasa mendapat curahan rezeki serta penjagaan-Nya.
Rangkaian ayat Ali Imran 35-37 mengajarkan kita beberapa pelajaran universal:
Dengan merenungkan makna Ali Imran 35-37, kita diajak untuk meneladani kesalehan Siti Imran, ketabahan dan kesabaran Siti Maryam, serta keyakinan teguh pada janji dan pertolongan Allah SWT. Kisah ini terus relevan hingga kini, menjadi pengingat akan betapa besar keutamaan ibadah dan keimanan yang tulus di hadapan Sang Pencipta.