Merenungi Surah An-Nahl Ayat 22 dan 23

Ilustrasi Pohon Kehidupan dan Cahaya Wahyu SVG yang menggambarkan pohon besar (melambangkan kehidupan dan hikmah) di bawah langit yang diterangi oleh pancaran cahaya (melambangkan wahyu Illahi). Hikmah Alam Semesta

Pentingnya Tauhid dalam Penciptaan

Surah An-Nahl, yang berarti lebah, adalah surah yang kaya akan ayat-ayat yang mengajak manusia merenungkan kebesaran Allah melalui ciptaan-Nya. Ayat 22 dan 23 secara khusus menyoroti kontras tajam antara mereka yang mengingkari keesaan Tuhan dan kebenaran yang telah disampaikan oleh para rasul.

An-Nahl [16:22]: "Tuhan kamu ialah Tuhan Yang Maha Esa. Maka orang-orang yang tidak beriman kepada akhirat, hati mereka mengingkari dan mereka sendiripun sombong."

Ayat ini memberikan deskripsi psikologis dan spiritual tentang kondisi orang-orang musyrik atau ingkar. Penolakan mereka terhadap tauhid (keesaan Allah) bukan semata-mata karena kurangnya bukti, melainkan karena ada penghalang internal: hati yang telah tertutup dan kesombongan. Mereka menolak kebenaran meskipun bukti-bukti alam dan wahyu terhampar jelas di hadapan mereka.

Konsep kesombongan di sini sangat krusial. Kesombongan adalah penyakit hati yang membuat seseorang merasa dirinya lebih benar atau lebih berhak daripada kebenaran itu sendiri. Mereka menolak mengakui adanya Pencipta yang berhak disembah karena ego mereka merasa terancam jika harus tunduk pada otoritas ilahi.

Pernyataan Tegas Mengenai Pengingkaran

Selanjutnya, ayat 23 melanjutkan penegasan tentang konsekuensi dari penyembunyian kebenaran tersebut:

An-Nahl [16:23]: "Tidak diragukan lagi bahwa Allah mengetahui apa yang mereka rahasiakan dan apa yang mereka nyatakan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong."

Ayat kedua ini berfungsi sebagai pengingat bahwa tidak ada satu pun niat tersembunyi, baik itu rencana jahat maupun penolakan hati yang tulus, yang luput dari pengetahuan Allah. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu, baik yang tampak di permukaan (dinyatakan) maupun yang terpendam dalam relung hati (dirahasiakan).

Ilmu Allah yang Meliputi Segalanya

Pengetahuan Allah yang mutlak adalah salah satu pilar utama dalam ajaran Islam. Dalam konteks An-Nahl 23, pengetahuan ini digunakan sebagai alat untuk membedakan antara iman sejati dan kemunafikan yang diselimuti kesombongan. Bagi orang yang sombong, mereka mungkin berhasil menipu sesama manusia, namun mereka tidak akan pernah bisa lolos dari pengawasan Ilahi.

Penekanan pada "Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong" menjadi peringatan keras. Kesombongan bukan sekadar kesalahan kecil; ia adalah penghalang utama yang menghalangi rahmat dan hidayah Allah turun kepada seseorang. Dalam banyak literatur Islam, kesombongan dianggap sebagai sifat pertama yang dimiliki Iblis ketika menolak perintah Allah untuk bersujud kepada Adam.

Refleksi Diri dan Keutamaan Kerendahan Hati

Memahami An-Nahl 22 dan 23 mendorong kita untuk melakukan introspeksi mendalam. Sudahkah hati kita terbuka terhadap kebenaran yang dibawa oleh wahyu, ataukah ada benih kesombongan yang mulai tumbuh? Mengakui kebenaran bahwa Tuhan kita adalah satu-satunya Tuhan yang berhak disembah memerlukan kerendahan hati, mengakui keterbatasan diri, dan ketergantungan mutlak kepada Sang Pencipta.

Kerendahan hati adalah kebalikan langsung dari kesombongan yang dicela oleh ayat tersebut. Ketika seseorang merendahkan hatinya, ia memposisikan dirinya sebagai hamba yang membutuhkan petunjuk, sehingga hatinya menjadi wadah yang siap menerima kebenaran. Sebaliknya, hati yang sombong akan selalu merasa cukup dan tidak butuh bimbingan dari luar dirinya, apalagi dari wahyu ilahi.

Kedua ayat ini secara ringkas namun mendalam menggarisbawahi bahwa iman sejati adalah perpaduan antara pengakuan lisan yang didukung oleh ketulusan hati, dan penolakan terhadap iman berakar pada penyakit hati yang paling berbahaya: kesombongan yang menghalangi pandangan mata batin dari melihat bukti-bukti keesaan Allah yang tersebar di seluruh jagat raya dan dalam ayat-ayat-Nya.

🏠 Homepage