Surah An-Nahl, yang berarti lebah, adalah salah satu surah penting dalam Al-Qur'an yang banyak membahas tentang kebesaran Allah SWT melalui ciptaan-Nya. Di antara ayat-ayatnya yang agung, ayat ke-78 memiliki kedalaman makna yang sering menjadi fokus perenungan, terutama terkait dengan proses penciptaan manusia dari ketiadaan. Ayat ini menjelaskan bagaimana Allah menurunkan ilmu dan kesadaran kepada manusia melalui proses alamiah yang terkadang tidak disadari sepenuhnya.
Teks An Nahl Ayat 78 (Latin)
Wallaahu akhrajakum min buthuuni ummahaatikum laa ta'lamuuna syai'aa, wa ja'ala lakumus-sam'a wal-abshaara wal-af'idata la'allakum taskurun.
Makna Mendalam: Dari Ketiadaan Menuju Kesadaran
Ayat ini, ketika dibaca dalam transliterasi Latin, langsung menyajikan sebuah fakta fundamental tentang eksistensi manusia: "Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu, sedang kamu tidak mengetahui sesuatu pun." Frasa "laa ta'lamuuna syai'aa" (kamu tidak mengetahui sesuatu pun) menekankan titik nol pengetahuan dan kesadaran kita saat pertama kali menghirup udara dunia. Kita terlahir dalam keadaan fitrah, murni, dan benar-benar buta terhadap realitas yang akan kita hadapi.
Kondisi awal ini bukanlah sebuah kekurangan, melainkan sebuah wadah kosong yang disiapkan oleh Sang Pencipta. Allah tidak membiarkan ciptaan-Nya tetap dalam keadaan nol. Ayat selanjutnya menunjukkan anugerah yang segera diberikan: "dan Dia menjadikan bagimu pendengaran, penglihatan, dan hati (akal), agar kamu bersyukur."
Tiga Pilar Pemberian Ilahi
Pemberian tiga indra vital dan akal ini adalah landasan bagi seluruh perjalanan hidup dan proses belajar kita.
- Pendengaran (As-Sam'): Ini adalah pintu pertama untuk menerima informasi dari luar. Melalui pendengaran, manusia menerima bahasa, ajaran, nasihat, dan yang terpenting, firman Allah.
- Penglihatan (Al-Abshar): Mata memungkinkan kita untuk menyaksikan keajaiban alam semesta—tanda-tanda kebesaran Allah yang terhampar di cakrawala maupun mikro kosmos. Visualisasi sangat penting dalam proses belajar dan pengambilan kesimpulan.
- Hati/Akal (Al-Af'idah): Ini adalah komponen paling kompleks dan paling mulia. 'Af'idah sering diartikan sebagai hati yang berfungsi sebagai pusat pemikiran, pemahaman, dan pertimbangan moral. Ini adalah tempat di mana data dari pendengaran dan penglihatan diolah menjadi ilmu, hikmah, dan iman.
Tujuan akhir dari anugerah ini dirangkum dalam kata "la'allakum taskurun" (agar kamu bersyukur). Syukur dalam konteks ini tidak hanya berarti mengucapkan terima kasih secara verbal, tetapi juga menggunakan nikmat tersebut sesuai dengan tujuan penciptaannya. Bersyukur berarti menggunakan telinga untuk mendengarkan kebenaran, menggunakan mata untuk merenungi kebesaran-Nya, dan menggunakan hati untuk beriman serta beramal saleh.
Implikasi Kontemplatif
Ketika kita merenungkan An Nahl ayat 78, kita diingatkan bahwa setiap kemampuan yang kita miliki hari ini adalah pinjaman yang harus dipertanggungjawabkan. Banyak orang modern merasa telah mencapai puncak pengetahuan, lupa bahwa titik awal mereka adalah ketiadaan total. Kesadaran ini seharusnya menumbuhkan kerendahan hati. Kita bukanlah penemu segala sesuatu; kita hanyalah penerima titah dan anugerah yang kemudian diberi perangkat untuk memahaminya.
Sebagai penutup perenungan, ayat ini mengajarkan bahwa proses pendidikan sejati adalah upaya berkelanjutan untuk mengubah "ketidaktahuan" masa lalu menjadi "kesadaran dan syukur" di masa kini. Setiap tantangan dalam belajar, setiap kesulitan memahami, adalah bagian dari proses Allah memindahkan kita secara bertahap dari kegelapan ketidaktahuan menuju cahaya pemahaman yang diakhiri dengan ketaatan dan rasa syukur yang tulus. Ayat ini adalah manifesto tentang rahmat, proses pertumbuhan, dan tanggung jawab intelektual seorang hamba.