Al-Qur'an, sebagai kitab suci umat Islam, senantiasa memberikan petunjuk komprehensif bagi kehidupan manusia, mencakup berbagai aspek mulai dari ibadah hingga muamalah (hubungan antar manusia). Salah satu ayat yang memiliki makna mendalam dan sering menjadi rujukan, khususnya terkait panduan dalam membangun keluarga dan prinsip keadilan, adalah Surah An-Nisa ayat 3. Ayat ini bukan sekadar instruksi, melainkan sebuah fondasi etika dan moralitas yang mengatur interaksi sosial, terutama dalam konteks pernikahan dan perlakuan terhadap anak yatim.
Ayat ini dibuka dengan sebuah kondisi dan panduan yang sangat penting, yaitu mengenai perlakuan terhadap perempuan yatim. Pada masa turunnya ayat ini, banyak wanita yang kehilangan suami dan menjadi yatim karena peperangan. Kondisi ini seringkali membuat mereka rentan dan hak-haknya terabaikan. Allah SWT memberikan peringatan keras: jika seorang wali (pengasuh anak yatim) khawatir tidak dapat berlaku adil dalam mengurus dan menikahkan anak yatim perempuan yang berada di bawah perwaliannya – terutama jika terdapat keinginan untuk menikahi mereka demi harta atau status – maka Allah memerintahkan untuk tidak menikahi mereka.
Selanjutnya, ayat ini memberikan solusi alternatif yang tegas: "maka nikahilah perempuan (lain) yang kamu senangi, dua, tiga, atau empat." Ini adalah dalil utama mengenai legalitas poligami dalam Islam. Namun, ayat ini tidak berhenti pada izin. Ada klausul yang sangat krusial yang mengikat kebolehan poligami, yaitu kemampuan untuk berlaku adil. Allah berfirman, "Tetapi jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja." Ketidakmampuan berbuat adil ini mencakup keadilan dalam segala aspek, mulai dari nafkah lahir dan batin, pembagian waktu, hingga perlakuan emosional. Keadilan yang dimaksud adalah keadilan yang dapat diupayakan oleh manusia, bukan keadilan mutlak yang hanya dimiliki oleh Allah SWT. Jika ada kekhawatiran untuk tidak bisa berlaku adil, maka pilihan terbaik adalah menikah dengan satu orang wanita saja.
Penting untuk dicatat bahwa ayat ini secara implisit juga mengajarkan tentang pentingnya menjaga kehormatan dan hak-hak perempuan. Konteks awal ayat yang membahas anak yatim menegaskan bahwa Islam sangat peduli terhadap kelompok rentan. Izin untuk berpoligami diberikan bukan untuk memenuhi hawa nafsu semata, melainkan dalam rangka mengatasi permasalahan sosial yang ada pada masa itu, seperti banyaknya janda dan anak yatim akibat peperangan, sekaligus menegakkan prinsip keadilan.
Frasa "atau perempuan yang menjadi hak milikmu" merujuk pada budak perempuan. Dalam konteks historis, Islam memang pernah memiliki institusi perbudakan. Namun, Islam secara bertahap mendorong pembebasan budak sebagai bentuk ibadah dan menebus dosa. Ayat ini menunjukkan bahwa dalam kondisi tertentu, seorang pria diperbolehkan untuk memiliki dan berhubungan intim dengan budak perempuan yang dimilikinya, yang dalam konteks masyarakat saat itu, berbeda statusnya dengan wanita merdeka. Namun, prinsip keadilan tetap berlaku.
Bagian akhir ayat ini merangkum esensi panduannya: "Yang demikian itu lebih dekat agar kamu tidak berbuat aniaya." Ini adalah penekanan terakhir yang sangat kuat. Allah menegaskan bahwa membatasi diri pada satu istri, atau hanya berhubungan dengan budak perempuan jika memang memiliki hak atasnya, adalah cara yang paling memungkinkan untuk menghindari kezaliman dan ketidakadilan. Ini mengindikasikan bahwa keadilan dalam pernikahan, baik monogami maupun poligami, adalah sebuah keharusan dan menjadi ukuran keberhasilan sebuah rumah tangga.
Tafsir klasik dan kontemporer banyak membahas tentang batasan-batasan keadilan dalam poligami. Sebagian besar ulama sepakat bahwa keadilan yang wajib ditegakkan adalah keadilan dalam hal nafkah lahir (sandang, pangan, papan) dan giliran bermalam. Adapun keadilan dalam kecintaan hati, ini adalah perkara yang tidak mampu dikendalikan manusia dan menjadi bagian dari ujian. Namun, meskipun tidak mampu adil dalam hati, seorang suami tetap wajib berusaha keras untuk tidak membiarkan salah satu istrinya terabaikan.
Surah An-Nisa ayat 3 mengajarkan kepada kita bahwa pernikahan adalah sebuah amanah besar. Memilih pasangan hidup harus dilandasi dengan pertimbangan yang matang, kemampuan untuk menjaga hak-hak pasangan, dan niat yang tulus untuk membangun keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah. Ayat ini juga menjadi pengingat bagi seluruh umat Islam untuk senantiasa menjunjung tinggi prinsip keadilan dalam setiap aspek kehidupan, terutama dalam interaksi dengan sesama, dan memberikan perlindungan serta hak-hak yang semestinya bagi mereka yang lebih lemah. Memahami ayat ini secara mendalam membantu kita untuk lebih bijak dalam mengambil keputusan terkait pernikahan dan hubungan sosial.
Pelajari lebih lanjut tentang ajaran Al-Qur'an.