"Dan Dialah yang menundukkan lautan (untukmu), supaya kamu dapat mencari rezeki dari lautan itu, dan kamu dapat mengambil darinya perhiasan yang kamu pakai, dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan (demikian itu) agar kamu mencari sebahagian dari karunia-Nya, dan agar kamu bersyukur."
Surah An-Nahl, yang berarti "Lebah", adalah surah yang kaya akan ayat-ayat yang menunjukkan kebesaran Allah melalui ciptaan-Nya. Ayat ke-14 secara spesifik menyoroti salah satu ciptaan terbesar dan paling misterius: lautan. Kata kunci utama dalam ayat ini adalah 'sakhkhara' (menundukkan atau memudahkan). Penundukan ini bukanlah penundukan yang terjadi tanpa campur tangan Ilahi, melainkan sebuah pengaturan kosmik yang memungkinkan manusia memanfaatkan lautan untuk berbagai keperluan vital.
Ayat ini mengajak setiap individu untuk merenungkan bagaimana lautan yang dahsyat, yang secara inheren berbahaya dan sulit dijangkau, telah dibuat 'mudah' untuk dimanfaatkan. Ini adalah bukti nyata bahwa alam semesta ini tidak berjalan secara acak, melainkan tunduk pada hukum yang ditetapkan oleh Sang Pencipta demi kemaslahatan makhluk-Nya.
Tafsir Surah An-Nahl ayat 14 membagi pemanfaatan laut menjadi beberapa kategori utama yang semuanya berpusat pada keberlangsungan hidup dan kenyamanan manusia.
Ayat ini menyebutkan "mengambil darinya daging yang segar (mudah diolah)". Ini merujuk pada hasil laut seperti ikan, udang, dan biota lainnya yang menjadi sumber protein penting bagi banyak peradaban di dunia. Kemudahan dalam mengakses sumber daya ini, meski lautan sangat luas, merupakan anugerah yang harus dihargai. Di masa lalu maupun masa kini, laut adalah lumbung pangan yang tak pernah kering, selama manusia menjaga kelestariannya.
Selain kebutuhan pokok, laut juga menyediakan barang-barang yang meningkatkan kualitas hidup dan estetika, seperti mutiara, karang, dan komoditas lain yang digunakan sebagai perhiasan. Ayat ini menunjukkan bahwa Allah tidak hanya menyediakan yang esensial, tetapi juga yang indah dan mempercantik kehidupan manusia.
Kalimat "dan kamu melihat bahtera berlayar padanya" merujuk pada kapal dan perahu. Lautan yang dulunya dianggap sebagai penghalang telah diubah fungsinya menjadi jalur komunikasi dan perdagangan antarbenua. Kapal-kapal, yang diciptakan manusia dengan ilmu yang dianugerahkan Allah, mampu mengarungi gelombang dan membawa barang dagangan, menghubungkan bangsa-bangsa, dan menyebarkan peradaban. Ini menegaskan peran laut sebagai arteri ekonomi global.
Setelah merinci semua karunia ini, penutup ayat tersebut bukanlah sebuah perintah keras, melainkan sebuah harapan: "dan agar kamu bersyukur". Rasa syukur (syukur) dalam konteks ini adalah pengakuan tulus bahwa semua kemampuan memanfaatkan lautan berasal dari kemudahan yang diciptakan Allah.
Banyak orang yang menggunakan laut hanya sebatas kemampuan teknisnya (berlayar, menangkap ikan), namun lupa bahwa mekanisme penundukan gelombang, salinitas air, dan keberadaan biota itu sendiri adalah mukjizat tersendiri. Bersyukur berarti menggunakan anugerah ini secara bertanggung jawab, tidak berlebihan, dan mengakui kebesaran Allah di setiap pelayaran dan setiap hidangan makanan laut yang disantap. Ayat 14 An-Nahl adalah undangan kontemplasi abadi mengenai keteraturan alam semesta yang melayani kebutuhan manusia, sebuah cerminan dari sifat Ar-Rahman (Maha Pengasih) dan Ar-Rahiim (Maha Penyayang) Allah SWT.
Dengan memahami Surah An-Nahl ayat 14, seorang muslim didorong untuk melihat setiap aspek alam, dari arus laut terdalam hingga kemudahan transportasi, sebagai tanda-tanda kebesaran yang menuntut rasa syukur yang mendalam dan berkelanjutan.