Surah An-Nas, yang berarti "Manusia", adalah surat ke-114 sekaligus surat terakhir dalam susunan mushaf Al-Qur'an. Bersama dengan Surah Al-Falaq (An-Nasr), surat ini dikenal sebagai Al-Mu'awwidzatain (dua surat perlindungan). Keistimewaan An-Nas terletak pada fungsinya sebagai doa perlindungan universal dari segala kejahatan yang datang dari luar diri kita, khususnya bisikan jahat.
Surah An-Nas terdiri dari enam ayat pendek namun padat makna. Berikut adalah teks Arab, transliterasi, dan terjemahannya:
Surah An-Nas secara bertahap membangun fondasi permohonan perlindungan. Ayat pertama hingga ketiga adalah pengenalan Dzat yang diminta perlindungan. Ini adalah kunci tauhid—kita hanya boleh meminta pertolongan kepada Zat yang memiliki tiga otoritas tertinggi atas diri kita:
Dengan menyebutkan ketiga sifat agung ini, seorang Muslim menegaskan bahwa tidak ada kekuatan yang lebih besar daripada Allah SWT untuk menolak kejahatan. Perlindungan ini mutlak hanya bisa didapatkan dari sumber segala kekuasaan.
Ayat keempat adalah inti dari apa yang kita cari perlindungannya: syarril-waswaasil-khannaas (kejahatan pembisik yang bersembunyi). Kegelapan terbesar yang dihadapi manusia seringkali bukan ancaman fisik yang terlihat, melainkan bisikan halus yang merusak akidah, moral, dan niat baik dari dalam diri.
Kata "Waswas" merujuk pada bisikan yang menggoda untuk melakukan maksiat, menimbulkan keraguan pada kebenaran, atau menunda amal kebaikan. Sementara itu, kata "Khannas" menunjukkan sifat licik setan atau jin yang apabila nama Allah SWT disebut (seperti saat berwudhu, membaca Al-Qur'an, atau berzikir), ia akan mundur dan bersembunyi, namun akan kembali menggoda saat kelalaian melanda.
Ayat terakhir memberikan lingkup yang sangat luas tentang siapa saja yang bisa menjadi sumber bisikan negatif. Bisikan jahat tidak hanya datang dari jin (syaitan yang jelas), tetapi juga dari sesama manusia. Ini mengajarkan kita untuk waspada:
Oleh karena itu, membaca Surah An-Nas setelah shalat atau sebelum tidur adalah praktik yang sangat dianjurkan, karena ia memagari hati kita dari serangan halus musuh yang tidak terlihat maupun musuh yang terlihat jelas dalam wujud manusia lain.