Memahami Peringatan dan Kekuasaan dalam Surat An-Nahl Ayat 18

Keagungan yang Tak Terhingga

Surat An-Nahl (Lebah), ayat ke-18, merupakan salah satu ayat dalam Al-Qur'an yang secara tegas menggambarkan keagungan dan kekuasaan mutlak Allah SWT dalam menciptakan dan mengatur alam semesta. Ayat ini seringkali menjadi pengingat bagi manusia untuk berhenti sejenak dari kesibukan duniawi dan merenungkan siapa sebenarnya yang berhak disembah.

Ilustrasi Kekuasaan Tuhan Kekuasaan Yang Maha Mengatur

Ayat ini berbunyi: "Dan apa saja yang mereka seru selain Allah, mereka tidak dapat menciptakan sesuatu pun. Padahal mereka sendiri diciptakan. (18)". Inti dari peringatan ini sangat mendasar: entitas apa pun yang disembah oleh manusia selain Allah, entitas tersebut tidak memiliki kekuatan sedikit pun untuk menciptakan. Mereka sendiri adalah ciptaan.

وَاَّلَّذِيْنَ يَدْعُوْنَ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ لَا يَخْلُقُوْنَ شَيْـًٔا وَّهُمْ يُخْلَقُوْنَ

"Dan (berhala-berhala) yang mereka seru selain Allah, tidak dapat menciptakan sesuatu pun, padahal mereka sendiri diciptakan." (QS. An-Nahl: 18)

Logika Pembalikan Realitas

Peringatan ini menggunakan logika yang sangat kuat dan tidak terbantahkan. Dalam filsafat ketuhanan, syarat utama bagi sesembahan adalah harus mampu menciptakan atau setidaknya memiliki kemandirian penuh dari keberadaan lain. Namun, An-Nahl 18 membalikkan asumsi tersebut. Setiap "tuhan" atau perantara yang disembah manusia di luar Allah—baik itu patung, dewa alam, roh leluhur, atau bahkan ideologi—pada akhirnya adalah hasil dari penciptaan itu sendiri.

Jika mereka diciptakan, berarti mereka bergantung pada Pencipta. Ketergantungan ini secara otomatis menghilangkan status mereka sebagai tuhan yang Maha Kuasa (Al-Qadir). Mereka tidak memiliki kemampuan untuk mengeluarkan sesuatu dari ketiadaan (ex nihilo), sebuah kemampuan yang hanya dimiliki oleh Al-Khaliq (Sang Pencipta).

Kontras dengan Kemampuan Allah

Kontras antara kemampuan sesembahan selain Allah dan kemampuan Allah SWT terbentang sangat jauh. Sementara mereka yang disembah tidak bisa menciptakan setetes air, mengatur pergerakan bintang, atau bahkan mengatur sel dalam tubuh mereka sendiri, Allah SWT adalah yang mengatur semua itu.

Ayat ini mendorong pemikiran kritis. Mengapa seseorang harus tunduk dan meminta pertolongan pada sesuatu yang statusnya lebih rendah dari dirinya sendiri (yaitu, sesuatu yang diciptakan)? Hal ini menunjukkan kedangkalan akal atau telah dibutakan oleh hawa nafsu dan tradisi buta.

Pelajaran bagi Kehidupan Modern

Relevansi An-Nahl ayat 18 tidak lekang oleh waktu. Di era modern, bentuk-bentuk "sesembahan" bisa lebih abstrak. Ada orang yang menjadikan uang, jabatan, kekuasaan politik, atau bahkan reputasi sosial sebagai tuhan mereka. Mereka mengabdikan waktu, loyalitas, dan energi hidup mereka untuk entitas-entitas tersebut.

Namun, ayat ini mengingatkan: coba analisis sumber kekuatan entitas tersebut. Apakah uang itu abadi? Apakah jabatan itu melekat tanpa izin Sang Pemberi Kekuasaan? Jawabannya selalu 'tidak'. Semuanya adalah ciptaan, sarana, atau nikmat yang diberikan oleh Allah, dan dapat dicabut kapan saja.

Oleh karena itu, menjadikan sesuatu yang diciptakan sebagai tujuan akhir atau sumber harapan tunggal adalah kekeliruan logika terbesar. Keselamatan, ketenangan sejati, dan kekuatan yang hakiki hanya dapat ditemukan dalam berserah diri kepada Dzat yang tidak diciptakan, yang kepastian-Nya mutlak: Allah SWT. Ayat ini adalah panggilan untuk kembali kepada sumber kekuatan yang sesungguhnya, yaitu Pencipta dari segala yang ada.

Dengan merenungkan ayat ini, seorang mukmin diperkuat dalam tauhidnya, menyadari bahwa tidak ada mitra sepadan bagi Allah dalam segala hal, terutama dalam hal kekuasaan penciptaan.

🏠 Homepage