Ilustrasi fokus dan perlindungan.
Pertanyaan mengenai urutan turunnya Al-Qur'an seringkali menarik perhatian umat Islam. Di antara surat-surat tersebut, Surat An-Nas memiliki kedudukan istimewa sebagai penutup wahyu Ilahi. Dalam mushaf (Al-Qur'an cetak) yang kita pegang hari ini, Surat An-Nas adalah surat ke-114 dan merupakan surat terakhir. Namun, statusnya sebagai surat terakhir dalam susunan mushaf tidak selalu berarti ia adalah yang terakhir diturunkan secara kronologis oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW.
Susunan ayat dan surat dalam Al-Qur'an yang kita kenal sekarang ini disusun berdasarkan tauqifi, yaitu penetapan langsung dari wahyu Allah melalui petunjuk Nabi Muhammad SAW. Nabi sendiri yang memerintahkan para sahabat penulis wahyu (seperti Zaid bin Tsabit) untuk meletakkan surat tertentu di posisi tertentu. Oleh karena itu, Surat An-Nas diletakkan di urutan pamungkas.
Namun, ketika kita membahas mengenai surat an nas diturunkan setelah surat apa dalam konteks kronologi penurunan (nuzul), jawabannya merujuk pada beberapa riwayat yang mengaitkan penurunan An-Nas dengan peristiwa spesifik di akhir kenabian.
Surat An-Nas hampir selalu disebutkan bersamaan dengan Surat Al-Falaq. Kedua surat ini dikenal sebagai Al-Mu'awwidzatain (dua surat penyeimbang/pelindung). Menurut banyak riwayat sahih dari hadis, kedua surat ini diturunkan pada waktu yang bersamaan atau sangat berdekatan, yaitu pada saat Nabi Muhammad SAW sedang mengalami sakit parah akibat sihir.
Mengenai surat an nas diturunkan setelah surat apa secara kronologis, para ulama tafsir cenderung berargumen bahwa An-Nas diturunkan setelah Surat Al-Falaq, atau keduanya diturunkan sebagai satu kesatuan perlindungan. Jika harus merunut urutan penurunan wahyu secara ketat, banyak yang berpendapat bahwa Surat Al-Falaq (surat ke-113) turun terlebih dahulu, diikuti oleh Surat An-Nas (surat ke-114).
Penting untuk dipahami bahwa urutan turunnya wahyu (nuzul) sangat berbeda dengan urutan penulisan (tartib) dalam mushaf. Wahyu diturunkan secara bertahap selama 23 tahun, sesuai kebutuhan dan peristiwa yang dialami umat Islam. Surat-surat pendek yang berisi permohonan perlindungan, seperti An-Nas, seringkali menjadi penutup episode dakwah, sebagai bekal terakhir bagi Nabi dan umatnya.
Misalnya, sebagian besar ulama sepakat bahwa Surat Al-'Alaq adalah surat pertama yang diturunkan, sementara Al-Baqarah adalah surat Madaniyah terpanjang yang diturunkan belakangan. Sementara itu, An-Nas dan Al-Falaq adalah surat Makkiyah (meskipun beberapa ulama menganggapnya Madaniyah karena kaitannya dengan peristiwa sakitnya Nabi di Madinah), namun penekanannya adalah pada urgensi perlindungan spiritual dari gangguan jin dan manusia.
Karena penekanannya yang begitu kuat pada permohonan perlindungan kepada Allah dari tiga sumber kejahatan utama—waswas dalam diri, kejahatan jin, dan kejahatan manusia—pemosisian Surat An-Nas di akhir Al-Qur'an memberikan makna penutup yang mendalam. Setelah seluruh ajaran Islam dijelaskan, umat diajari cara memohon perlindungan tertinggi.
Dengan demikian, meskipun secara kronologis surat an nas diturunkan setelah surat Al-Falaq (berdasarkan riwayat perlindungan dari sihir), dalam mushaf resmi, ia diletakkan sebagai penutup dan penanda kesempurnaan wahyu. Kedua surat ini, bersama dengan Surat Al-Ikhlas, melengkapi fondasi perlindungan diri yang diajarkan langsung dari sumbernya. Membaca An-Nas secara rutin memberikan ketenangan spiritual karena kita berlindung kepada Rabb (Pencipta), Malik (Raja), dan Ilah (Sesembahan) yang Maha Esa.
Kesimpulannya, An-Nas adalah surat ke-114 secara susunan mushaf. Secara kronologis penurunan, ia dipercaya turun bersama atau tepat setelah Surat Al-Falaq sebagai penyempurna perlindungan Nabi dari gangguan yang bersifat gaib, menandai sebuah titik penting dalam kerasulan.