Teks Ayat dan Terjemahan
لَيْسَ ٱلْمَسِيحُ أَن يَقُولَ ٱللَّهَ ٱبْنُهُ ۚ ذَٰلِكَ قَوْلُهُم بِأَفْوَٰهِهِمْ ۖ وَيُحْكُونَ قَوْلَ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ مِن قَبْلُ ۚ قَتَلَهُمُ ٱللَّهُ ۖ أَنَّىٰ يُؤْفَكُونَ
Al-Masih (Isa) sama sekali bukanlah anak Allah, karena pengakuan itu hanyalah ucapan dari mulut mereka. Mereka meniru ucapan orang-orang kafir yang terdahulu. Celakalah mereka! Bagaimana mereka bisa berpaling dari kebenaran?
Konteks dan Latar Belakang Ayat
Surat An-Nisa', yang berarti "Wanita", merupakan salah satu surat Madaniyah yang membahas berbagai aspek kehidupan Muslim, termasuk hukum, moralitas, dan akidah. Ayat 172 ini terletak di bagian akhir surat tersebut dan secara spesifik menanggapi keyakinan sebagian kaum Nasrani yang menganggap Nabi Isa Al-Masih sebagai putra Allah. Ayat ini menegaskan keesaan Allah dan menolak segala bentuk syirik, termasuk klaim bahwa Allah memiliki anak.
Dalam konteks sejarah, ayat ini turun sebagai bantahan terhadap argumen-argumen yang menyimpang dari ajaran tauhid murni. Kaum Nasrani pada masa itu memiliki beragam pandangan mengenai hakikat Nabi Isa. Sebagian dari mereka menganggapnya sebagai ilah (tuhan), sementara yang lain menganggapnya sebagai anak Allah, yang tentunya berbeda dengan konsep anak dalam pengertian biologis, namun tetap saja mengandung unsur penyekutuan terhadap Allah.
Penjelasan Detail Ayat
Ayat ini dapat diuraikan menjadi beberapa poin penting:
- Penolakan Klaim Keturunan Allah: Frasa "لَيْسَ ٱلْمَسِيحُ أَن يَقُولَ ٱللَّهَ ٱبْنُهُ" secara tegas menolak pandangan bahwa Al-Masih (Nabi Isa 'alaihissalam) mengatakan bahwa dirinya adalah anak Allah, atau bahwa Allah adalah ayahnya. Ini adalah penolakan langsung terhadap konsep trinitas dan klaim ketuhanan bagi Nabi Isa.
- Ucapan Mulut Tanpa Dasar: Kalimat "ذَٰلِكَ قَوْلُهُم بِأَفْوَٰهِهِمْ" menunjukkan bahwa klaim tersebut hanyalah perkataan kosong yang keluar dari mulut mereka, tanpa disertai bukti atau kebenaran yang hakiki. Ini menyiratkan bahwa keyakinan mereka tidak didasarkan pada wahyu ilahi atau akal sehat yang lurus.
- Meniru Keyakinan Terdahulu: "وَيُحْكُونَ قَوْلَ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ مِن قَبْلُ" mengindikasikan bahwa keyakinan yang menyimpang ini bukanlah hal baru, melainkan telah dianut oleh orang-orang kafir sebelum mereka. Ini menunjukkan pola umum kesesatan yang cenderung berulang dan diwariskan dari generasi ke generasi yang menolak kebenaran.
- Doa Kebinasaan atas Mereka: Ungkapan "قَتَلَهُمُ ٱللَّهُ" (celakalah mereka) adalah doa dari Allah SWT agar mereka dijauhkan dari rahmat-Nya dan ditimpa azab, sebagai konsekuensi dari kekafiran dan penolakan mereka terhadap kebenaran tauhid.
- Pertanyaan Retoris tentang Keterpalingan: Kalimat "أَنَّىٰ يُؤْفَكُونَ" (bagaimana mereka bisa berpaling?) adalah pertanyaan yang menyiratkan keheranan dan celaan. Ini mempertanyakan bagaimana akal mereka bisa sampai berpaling dari bukti-bukti keesaan Allah dan kebenaran risalah para nabi menuju keyakinan yang batil.
Makna dan Pelajaran
Surat An Nisa ayat 172 memberikan beberapa pelajaran penting bagi umat Muslim dan seluruh manusia:
- Keesaan Allah (Tauhid): Ayat ini adalah penegasan fundamental tentang tauhid, yaitu keyakinan bahwa Allah SWT adalah Esa, tidak beranak dan tidak diperanakkan. Konsep ini adalah inti dari ajaran Islam dan merupakan pondasi keimanan.
- Larangan Syirik: Menyekutukan Allah, dalam bentuk apapun, adalah dosa terbesar. Menganggap ada makhluk lain yang setara atau memiliki sifat ketuhanan dengan Allah adalah bentuk syirik yang tidak akan diampuni jika tidak bertaubat.
- Bahaya Keyakinan Tanpa Dalil: Ayat ini mengingatkan agar setiap keyakinan, terutama yang berkaitan dengan ketuhanan, harus didasarkan pada dalil yang kuat, yaitu Al-Qur'an dan Sunnah. Keyakinan yang hanya berdasarkan perkataan mulut tanpa landasan kebenaran akan membawa kesesatan.
- Menjaga Kemurnian Akidah: Umat Islam diperintahkan untuk senantiasa menjaga kemurnian akidah dari segala bentuk penyimpangan, taklid buta, atau penyerapan ajaran yang bertentangan dengan tauhid.
- Kewaspadaan terhadap Ajaran yang Menyesatkan: Penting untuk waspada terhadap berbagai ajaran atau pemikiran yang mencoba merusak konsep tauhid, baik yang datang dari masa lalu maupun masa kini.
Relevansi di Era Modern
Di era modern, pemahaman terhadap Surat An Nisa ayat 172 tetap relevan. Berbagai aliran pemikiran, termasuk yang mencoba menafsirkan kembali ajaran agama secara radikal atau menyebarkan paham-paham sinkretis, dapat berpotensi menjauhkan manusia dari konsep tauhid yang murni. Oleh karena itu, ayat ini menjadi pengingat penting untuk terus memegang teguh ajaran Islam yang lurus, berpegang pada sumber-sumber ajaran yang sahih, dan tidak mudah terpengaruh oleh narasi yang menyesatkan.
Memahami ayat ini juga mengajarkan kita untuk memiliki toleransi yang bijak. Meskipun kita harus tegas dalam mempertahankan akidah Islam, kita juga dianjurkan untuk berinteraksi dengan umat beragama lain dengan cara yang baik, seraya tetap berdakwah untuk mengajak pada kebenaran tanpa paksaan.