Munculnya benjolan, bintil, atau pembengkakan di area luar organ intim wanita, yang secara medis disebut vulva (meliputi labia mayora, labia minora, klitoris, dan perineum), seringkali memicu kekhawatiran yang besar. Meskipun banyak benjolan yang bersifat jinak, seperti kista kecil atau folikulitis, beberapa kondisi lainnya dapat mengindikasikan masalah kesehatan yang lebih serius, termasuk infeksi menular seksual (IMS) atau bahkan keganasan.
Kesadaran akan anatomi normal area ini dan pemahaman tentang berbagai kemungkinan penyebab benjolan adalah langkah awal yang krusial. Perubahan pada tekstur kulit, warna, rasa sakit, atau ukuran benjolan harus selalu diamati dan dievaluasi. Karena area vulva kaya akan kelenjar minyak, kelenjar keringat, dan folikel rambut, ia rentan terhadap berbagai iritasi dan infeksi yang seringkali bermanifestasi sebagai benjolan.
Vulva adalah struktur yang kompleks. Benjolan yang muncul di area ini dapat berasal dari beberapa struktur spesifik:
Pemeriksaan mandiri secara berkala membantu mendeteksi perubahan dini.
Benjolan di area vulva dapat dikelompokkan menjadi beberapa kategori besar berdasarkan etiologinya. Pengelompokan ini penting untuk membantu proses diagnosis yang akurat oleh profesional medis.
Ini adalah massa padat atau berisi cairan yang tidak disebabkan oleh infeksi bakteri primer, tetapi lebih sering karena sumbatan kelenjar atau trauma.
Benjolan yang umumnya merah, nyeri, dan mungkin berisi nanah. Ini termasuk abses, folikulitis, dan kondisi peradangan kronis.
Benjolan yang menunjukkan adanya patogen spesifik yang ditularkan melalui aktivitas seksual, seperti virus atau bakteri.
Kondisi kulit kronis yang dapat mempengaruhi vulva, menyebabkan penebalan kulit, perubahan warna, atau nodul.
Pertumbuhan abnormal sel, baik jinak (misalnya fibroma) maupun ganas (kanker vulva).
Kista adalah penyebab benjolan yang paling umum. Kista terbentuk ketika saluran keluarnya kelenjar tersumbat, menyebabkan penumpukan cairan atau sekresi di dalamnya. Benjolan ini biasanya halus, bergerak, dan mungkin tidak menimbulkan rasa sakit kecuali terinfeksi.
Kelenjar Bartholin terletak di sisi kanan dan kiri pintu masuk vagina. Fungsinya adalah memproduksi cairan pelumas. Ketika saluran kelenjar ini tersumbat (misalnya oleh lendir kental atau bekas infeksi), cairan menumpuk, membentuk kista.
Pengobatan kista yang tidak bergejala seringkali hanya observasi. Namun, abses memerlukan intervensi:
Kelenjar sebaceous (minyak) banyak ditemukan di labia mayora. Kista sebaceous terjadi ketika saluran kelenjar minyak tersumbat. Kista ini berisi keratin dan sebum, sering terasa keras di bawah kulit.
Kista ini terbentuk akibat trauma kecil (misalnya robekan saat persalinan atau prosedur bedah) yang menyebabkan sel-sel kulit terdorong ke bawah permukaan. Sel-sel ini terus memproduksi keratin, membentuk kista. Kista inklusi biasanya berlokasi di bagian bawah vagina atau perineum.
Infeksi kulit non-seksual dan peradangan adalah penyebab umum benjolan yang seringkali dapat diatasi dengan perawatan diri yang tepat, meskipun beberapa membutuhkan antibiotik.
Folikulitis adalah peradangan pada folikel rambut, sering terjadi setelah mencukur atau waxing. Bakteri (Staphylococcus aureus) dapat menginfeksi folikel yang rusak. Rambut yang tumbuh ke dalam juga seringkali menciptakan benjolan merah dan meradang.
Abses adalah kumpulan nanah yang terjadi akibat infeksi bakteri yang dalam pada jaringan kulit atau subkutan. Abses lebih besar, lebih dalam, dan jauh lebih menyakitkan daripada folikulitis sederhana.
Ini adalah kondisi kulit inflamasi kronis yang ditandai dengan benjolan yang dalam, nyeri, dan berulang. Hidradenitis Suppurativa (HS) terjadi di area yang kaya akan kelenjar apokrin (ketiak, selangkangan, dan vulva/perineum).
Pada vulva, HS seringkali terlihat sebagai nodul yang keras, meradang, yang kemudian dapat pecah dan mengeluarkan nanah berbau, meninggalkan jaringan parut (scarring) dan saluran sinus (terowongan di bawah kulit) yang persisten. Kondisi ini sering kali disalahartikan sebagai abses biasa atau IMS, padahal HS adalah penyakit autoimun/inflamasi kronis.
Beberapa jenis benjolan dan lesi di area vulva merupakan manifestasi dari infeksi yang ditularkan melalui kontak seksual. Diagnosis yang tepat dan cepat sangat penting untuk mencegah penularan lebih lanjut dan komplikasi.
Kutil kelamin adalah infeksi HPV risiko rendah (tipe 6 dan 11) yang menyebabkan pertumbuhan jaringan lunak di vulva, perineum, atau anus. Ini adalah salah satu IMS yang paling umum.
Pengobatan bertujuan untuk menghilangkan lesi yang terlihat, tetapi tidak menghilangkan virus itu sendiri. Pilihan meliputi:
Meskipun sering muncul sebagai luka terbuka (ulserasi), tahap awal infeksi herpes dapat berupa benjolan kecil yang padat atau lepuh berisi cairan yang sangat nyeri.
Sifilis adalah infeksi bakteri yang berkembang melalui beberapa tahap. Benjolan yang muncul pada tahap primer adalah chancre.
Infeksi virus (Poxvirus) yang dapat ditularkan secara seksual, terutama pada orang dewasa. Ini menghasilkan benjolan yang sangat khas.
Kondisi kulit kronis dan inflamasi dapat menyebabkan penebalan (likenifikasi) atau atrofi jaringan vulva, yang dirasakan sebagai benjolan, plak, atau massa.
LS adalah penyakit kulit inflamasi kronis yang menyebabkan bercak putih, tipis, dan berkerut (atrofi) di area vulva. Meskipun umumnya tampak seperti plak, LS dapat menyebabkan jaringan parut yang terasa seperti benjolan atau kekerasan pada kulit.
LP dapat muncul dalam beberapa bentuk, termasuk erosi vulva atau plak. Ketika LP berbentuk hipertrofik (penebalan), ia dapat dirasakan sebagai benjolan yang padat dan gatal.
Psoriasis di daerah lipatan kulit (seperti vulva) seringkali tidak bersisik (tidak seperti psoriasis di siku), tetapi tampak merah, halus, dan mungkin menebal, menyerupai plak atau benjolan yang meradang.
Meskipun jarang, benjolan di vulva dapat menandakan adanya pertumbuhan sel abnormal. Penting untuk membedakan tumor jinak dari tumor ganas (kanker).
Kanker vulva adalah jenis kanker yang berasal dari kulit atau selaput lendir vulva. Benjolan yang disebabkan oleh kanker biasanya bersifat tunggal, keras, dan persisten. Lebih dari 90% kasus adalah Karsinoma Sel Skuamosa (KSS).
Faktor risiko utama meliputi usia lanjut, infeksi HPV kronis, riwayat Lichen Sclerosus, dan Vulvar Intraepithelial Neoplasia (VIN).
Pengenalan jenis sangat penting untuk strategi pengobatan:
Satu-satunya cara untuk mengonfirmasi diagnosis kanker adalah melalui biopsi (pengambilan sampel jaringan) benjolan tersebut. Biopsi dilakukan di bawah anestesi lokal dan sampel dianalisis oleh ahli patologi.
Ketika benjolan terdeteksi, dokter akan melalui serangkaian langkah untuk menentukan penyebabnya. Diagnosis yang tepat bergantung pada riwayat pasien, pemeriksaan fisik, dan tes laboratorium.
Dokter akan menanyakan detail spesifik tentang benjolan:
Dokter akan melakukan pemeriksaan visual dan palpasi (meraba) benjolan. Karakteristik yang diperhatikan meliputi:
Biopsi adalah prosedur diagnostik kunci untuk menyingkirkan keganasan.
Penanganan benjolan sangat spesifik tergantung pada diagnosis yang ditegakkan. Pendekatan bisa berkisar dari perawatan rumahan sederhana hingga intervensi bedah yang kompleks.
Fokus utama adalah membersihkan infeksi dan meredakan peradangan.
Jika kista tidak menimbulkan gejala, observasi mungkin cukup. Jika terinfeksi atau berukuran besar:
LS, LP, dan kondisi inflamasi lainnya memerlukan kontrol peradangan yang ketat:
Pengobatan bersifat agresif dan multidisiplin, melibatkan onkologi dan ginekologi bedah.
Meskipun banyak benjolan vulva dapat sembuh sendiri atau hanya membutuhkan perawatan minimal, ada beberapa tanda bahaya (red flags) yang menunjukkan perlunya pemeriksaan medis segera. Jangan pernah menunda kunjungan ke dokter, terutama jika benjolan muncul dengan ciri-ciri berikut:
Banyak kondisi yang menyebabkan benjolan di vulva dapat dicegah atau dikelola secara efektif melalui praktik kebersihan dan gaya hidup yang baik.
Jika Anda mencukur area vulva, selalu gunakan pisau cukur yang bersih, krim cukur yang lembut, dan cukur mengikuti arah pertumbuhan rambut untuk meminimalkan risiko rambut tumbuh ke dalam dan folikulitis.
Penggunaan kondom secara konsisten adalah cara terbaik untuk mencegah sebagian besar IMS yang dapat bermanifestasi sebagai benjolan (HPV, Herpes, Sifilis). Selain itu, pertimbangkan vaksinasi HPV, yang efektif mencegah infeksi tipe risiko tinggi dan sebagian besar kutil kelamin.
Lakukan pemeriksaan visual dan taktil (perabaan) area vulva secara teratur, idealnya sebulan sekali. Kenali apa yang normal bagi Anda sehingga Anda dapat mendeteksi perubahan sekecil apa pun dengan cepat. Deteksi dini, terutama pada kasus keganasan seperti Kanker Vulva, sangat meningkatkan peluang keberhasilan pengobatan.
Benjolan di area luar organ intim wanita adalah gejala yang luas, dengan penyebab yang berkisar dari minor dan sementara hingga kronis dan mengancam jiwa. Kekhawatiran adalah respons yang wajar, tetapi diagnosis diri (self-diagnosis) seringkali tidak akurat dan menunda penanganan yang tepat.
Profesional kesehatan, seperti ginekolog, dermatolog, atau dokter umum yang berpengalaman, memiliki alat dan pengetahuan untuk membedakan antara abses, kista, kutil, dan lesi prakanker atau kanker. Dengan deskripsi gejala yang rinci dan pemeriksaan yang komprehensif, penyebab benjolan dapat diidentifikasi, dan rencana perawatan yang efektif dapat dimulai. Mengabaikan benjolan, terutama yang persisten atau berubah, bukanlah pilihan. Kesehatan vulva adalah bagian integral dari kesehatan umum wanita, dan proaktif dalam mencari bantuan adalah kunci untuk mempertahankan kualitas hidup yang optimal dan memastikan bahwa kondisi yang lebih serius ditangani sejak dini.
Kista Bartholin, yang dibahas singkat sebelumnya, memerlukan pendalaman karena tingginya tingkat rekurensi dan potensi dampaknya pada kualitas hidup. Kelenjar Bartholin menghasilkan mukus yang dikeluarkan melalui saluran kecil ke vestibulum. Penyumbatan saluran ini, yang disebut duktus Bartholin, adalah langkah pertama dalam pembentukan kista. Penyumbatan bisa terjadi karena infeksi (Gonorrhea atau Chlamydia, meskipun E. coli lebih umum), trauma, atau inflamasi kronis.
Ketika infeksi mereda, jaringan parut dan epitel skuamosa metaplastik dapat menutup saluran, menjebak mukus yang terus diproduksi. Jika kista ini terinfeksi berulang, bakteri dapat membentuk biofilm di dalam kapsul kista. Biofilm ini membuat bakteri resisten terhadap antibiotik standar, menjelaskan mengapa abses Bartholin sering kambuh meskipun telah diobati. Manajemen kronis harus mempertimbangkan strategi untuk mengganggu formasi biofilm ini.
Marsupialisasi bukan sekadar insisi dan drainase. Ini adalah prosedur yang memerlukan penjahitan tepi kista yang terbuka ke mukosa vulva. Tujuannya adalah menciptakan ostium (bukaan) permanen, bukan hanya temporer, untuk mencegah penutupan dan penumpukan kembali cairan. Prosedur ini dilakukan di bawah anestesi lokal dan sangat efektif, dengan tingkat rekurensi yang jauh lebih rendah dibandingkan drainase sederhana.
Meskipun mayoritas benjolan masuk ke dalam kategori di atas, dokter harus mempertimbangkan diagnosis banding yang lebih jarang terjadi. Kesadaran terhadap kasus langka ini penting untuk menghindari kesalahan diagnosis.
Ini adalah tumor jinak yang relatif jarang, diperkirakan berasal dari sel Schwann (selubung saraf). GCT di vulva muncul sebagai nodul subkutan yang keras, tunggal, dan tidak nyeri. Secara klinis, GCT sulit dibedakan dari fibroma atau massa ganas, sehingga sering memerlukan eksisi bedah total dan analisis histologis untuk konfirmasi.
Walaupun endometriosis paling sering terjadi di panggul, jarang sekali jaringan endometrium dapat ditemukan di vulva. Ini biasanya terjadi pada pasien dengan riwayat episiotomi atau sayatan bedah perineum. Benjolan endometriosis bersifat padat, dan karakteristik khasnya adalah rasa sakit dan pembengkakan yang berfluktuasi seiring dengan siklus menstruasi (benjolan membesar dan nyeri sebelum menstruasi).
Infestasi parasit juga dapat menyebabkan benjolan kecil dan sangat gatal, meskipun ini lebih berupa papula (bintik kecil yang menonjol) daripada benjolan besar. Skabies (tungau) menyebabkan terowongan kecil dan papula di vulva yang sangat gatal, sementara kutu kemaluan (pedikulosis) menyebabkan papula merah kecil akibat gigitan.
Penemuan benjolan di area sensitif dapat menimbulkan kecemasan yang signifikan, terlepas dari diagnosis akhirnya. Manajemen harus mencakup aspek psikososial.
Banyak pasien yang secara otomatis menganggap benjolan itu adalah IMS, bahkan jika penyebabnya adalah kista yang jinak. Edukasi dan komunikasi yang empati oleh penyedia layanan kesehatan sangat penting. Dokter harus memberikan informasi yang jelas, menepis mitos, dan memberikan jaminan tentang kerahasiaan dan penanganan yang profesional.
Kondisi seperti Hidradenitis Suppurativa dan Lichen Sclerosus bersifat kronis dan kambuhan. Kualitas hidup pasien yang menderita kondisi ini dapat menurun drastis karena nyeri kronis, pembentukan saluran sinus yang berbau, dan pembatasan aktivitas seksual atau fisik. Manajemen jangka panjang HS dan LS seringkali memerlukan tim multidisiplin (dermatolog, ginekolog, dan psikolog) untuk mengatasi nyeri, mengelola flare-up, dan menangani dampak emosional dari penyakit kronis yang terlihat dan membatasi ini.
Pada kasus Lichen Sclerosus yang parah, atrofi dan pembentukan jaringan parut dapat menyebabkan penyempitan liang vagina (stenosis) dan dispareunia (nyeri saat berhubungan seksual). Pengobatan mungkin melibatkan dilator vagina, fisioterapi panggul, dan terapi kortikosteroid lanjutan untuk menjaga elastisitas jaringan yang tersisa.
Kehamilan mengubah lingkungan hormonal dan vaskular vulva, yang dapat mempengaruhi kemunculan benjolan atau memperburuk kondisi yang sudah ada.
Peningkatan volume darah dan tekanan vena di panggul selama kehamilan seringkali menyebabkan varises (pembuluh darah bengkak) di labia. Varises vulva terasa seperti benjolan lunak, kebiruan, yang membesar saat berdiri dan mereda saat berbaring. Biasanya tidak memerlukan pengobatan selain dukungan (pakaian kompresi) dan cenderung menghilang setelah melahirkan.
Perubahan pH vagina dan peningkatan tekanan panggul dapat meningkatkan risiko pembentukan atau infeksi Kista Bartholin pada ibu hamil. Drainase abses Bartholin dapat dilakukan dengan aman selama kehamilan, tetapi penanganan definitif (seperti marsupialisasi) seringkali ditunda hingga setelah persalinan.
Untuk mencapai ketepatan diagnosis, analisis laboratorium seringkali menjadi penentu akhir, terutama saat membedakan antara kondisi dermatologis yang mirip dan lesi premaligna.
Ketika biopsi diambil, pewarnaan standar (Hematoxylin dan Eosin) mungkin tidak cukup untuk kondisi yang kompleks. Imunohistokimia (IHK) menggunakan antibodi untuk mengidentifikasi protein spesifik dalam sel. Misalnya, IHK digunakan untuk:
Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah tes yang sangat sensitif yang dapat mendeteksi DNA virus, bahkan dalam jumlah kecil. PCR digunakan secara rutin untuk memastikan keberadaan HSV (Herpes) dan menentukan jenisnya (HSV-1 atau HSV-2) dari swab lesi, yang seringkali lebih akurat daripada kultur virus tradisional.
Beberapa benjolan adalah hasil dari Vulvar Intraepithelial Neoplasia (VIN), perubahan sel yang merupakan pendahulu kanker. Pengelolaan VIN sangat penting untuk pencegahan kanker invasif.
VIN, sebelumnya dikenal sebagai displasia vulva, diklasifikasikan berdasarkan tingkat keparahan perubahan sel. VIN seringkali muncul sebagai bercak putih, merah, atau cokelat kehitaman yang sedikit menonjol atau gatal, dan mungkin disalahartikan sebagai psoriasis atau infeksi jamur.
Karena VIN memiliki risiko rekurensi yang tinggi, pasien dengan riwayat VIN memerlukan pemantauan ketat dan teratur oleh ginekolog onkologi atau spesialis vulva untuk mendeteksi perubahan dini dan mencegah perkembangan menjadi kanker invasif.