Penjelasan Mendalam Tafsir Ibnu Katsir: Surat An-Nas

Panduan Keimanan Melalui Surat Terakhir Al-Qur'an

Simbol Perlindungan dan Keimanan ن

Surat An-Nas (Manusia) adalah surat ke-114 dan merupakan penutup dari kitab suci Al-Qur'an. Bersama dengan Surat Al-Falaq, surat ini dikenal sebagai Al-Mu'awwidzatain (Dua Surat Pelindung). Kajian tafsir terhadap surat ini sangat fundamental, terutama karena ayat-ayatnya secara eksplisit mengajarkan manusia untuk memohon perlindungan kepada Allah SWT dari kejahatan yang paling tersembunyi.

Imam Ibnu Katsir, dalam kitab tafsirnya yang masyhur, menjelaskan kedudukan tinggi surat ini sebagai bentuk permohonan perlindungan (isti'adzah) yang paling komprehensif. Beliau seringkali mengutip hadis-hadis Nabi Muhammad SAW yang menunjukkan bahwa ayat-ayat ini diturunkan sebagai perisai spiritual bagi umat manusia.

Ayat 1: Penegasan Kepemilikan dan Tuhan Semesta

قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ

Katakanlah: "Aku berlindung kepada Tuhan (Pemelihara dan Penguasa) manusia,"

Ibnu Katsir menekankan bahwa perintah "Katakanlah" (Qul) di sini adalah perintah langsung dari Allah kepada Nabi Muhammad SAW, yang kemudian menjadi teladan bagi seluruh umat. Kata "Ar-Rabb" (Tuhan) yang diikuti dengan "An-Nas" (Manusia) menegaskan bahwa hanya Allah satu-satunya yang berhak dipertuhankan dan dimintai perlindungan, sebab Dialah Pemilik dan Pengatur seluruh urusan manusia.

Ayat 2: Raja Seluruh Umat Manusia

مَلِكِ النَّاسِ

Raja (Pemerintah Tertinggi) manusia,

Tafsir mengenai ayat ini menegaskan keesaan Allah dalam aspek Kerajaan (Al-Mulk). Tidak ada raja, pemimpin, atau penguasa di muka bumi yang memiliki kekuasaan absolut selain Allah. Ibnu Katsir menjelaskan bahwa dengan mengakui Allah sebagai Malik, seorang hamba mengakui kelemahan dirinya dan tunduk pada otoritas tertinggi yang tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun.

Ayat 3: Ilah Sejati Umat Manusia

إِلَهِ النَّاسِ

sembahan (Ilah) manusia,

Ayat ketiga ini menyempurnakan tiga tingkatan tauhid yang dibahas dalam tiga ayat pertama: Rububiyyah (Ketuhanan sebagai Pemelihara), Mulk (Kerajaan sebagai Penguasa), dan Uluhiyyah (Penyembahan sebagai Ilah yang layak disembah). Ibnu Katsir menegaskan bahwa ketiga sifat ini hanya terhimpun sempurna pada Allah SWT. Pengakuan ini adalah benteng keimanan yang paling kuat.

Ayat 4: Sumber Kejahatan yang Tak Terlihat

مِنْ شَرِّ الْوَسْوَاسِ الْخَنَّاسِ

dari kejahatan (bisikan) syaitan yang tersembunyi,

Di sinilah inti dari permohonan perlindungan dimulai. Ibnu Katsir mengutip pendapat para mufassir bahwa "Al-Waswas Al-Khannas" merujuk kepada syaitan, khususnya iblis. Kata "Waswas" berarti bisikan atau godaan yang sangat halus sehingga tidak terasa. Sementara "Khannas" berarti sesuatu yang menarik diri atau bersembunyi ketika seseorang mengingat Allah (berdzikir).

Menurut penafsiran yang umum, ketika seorang mukmin memulai dengan dzikir dan mengingat Allah, syaitan itu menjauh. Namun, ketika kelalaian melanda, syaitan itu kembali mendekat untuk membisikkan kejahatan. Ini menunjukkan bahwa perjuangan melawan kejahatan adalah perjuangan berkelanjutan yang memerlukan kewaspadaan konstan.

Ayat 5 & 6: Sumber Godaan dari Jin dan Manusia

الَّذِي يُوَسْوِسُ فِي صُدُورِ النَّاسِ
مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ

yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia, (yaitu) dari (golongan) jin dan manusia."

Ayat penutup ini memberikan cakupan yang sangat luas mengenai entitas yang dapat membisikkan kejahatan. Ibnu Katsir menjelaskan bahwa sumber godaan itu terbagi dua:

  1. Dari Golongan Jin: Ini adalah sumber kejahatan yang paling sering dimaksud dalam konteks "Al-Waswas Al-Khannas." Syaitan dari golongan jin adalah musuh abadi yang tugasnya menggoda manusia untuk kufur.
  2. Dari Golongan Manusia: Perlindungan juga diminta dari manusia jahat yang menggunakan kata-kata, hasutan, dan perbuatan untuk menyesatkan sesamanya. Mereka adalah 'syaitan manusia' yang beroperasi secara terbuka atau terselubung.

Dengan demikian, Surat An-Nas, sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Katsir, adalah sebuah doa perlindungan total—memohon kepada Pemilik, Penguasa, dan Ilah umat manusia—untuk melindungi hati dan pikiran kita dari setiap bisikan jahat, baik yang datang dari bangsa jin maupun dari sesama manusia. Membacanya secara rutin adalah kunci menjaga kemurnian iman dalam menghadapi ujian duniawi.

🏠 Homepage